Langsung ke konten utama

Sepetak Situs Sejarah di Antara Situs Masa Kini

Sambil jalan - jalan santai mencari perlengkapan teknik di LTC glodok. Travelista sempatkan untuk mengunjungi rumah kuno yang berada di dalam superblok Green City Square. Sebuah bangunan dengan ornamen khas Tionghoa yang tampak lebih rendah dibandingkan dengan bangunan hotel, apartemen dan perkantoran yang mengelilinginya.

Candra Naya merupakan rumah tokoh Tionghoa terpandang di era pemerintahan hindia belanda. Rumah kediaman Khouw Kim An yang diangkat menjadi mayor oleh pemerintah hindia belanda melalui konsesi perdagangan pada tahun 1910. 

Khouw Kim An diberikan kemudahan perijinan urusan dagang di Batavia dengan syarat harus mengawasi rakyat. Kalau ada pemberontakan, maka Khouw Kim An harus mampu meredam dan mengatasinya. Hmmm... Selalu ada udang di balik bakwan... Hehehe...

Khow Kim An lahir di Batavia tanggal 5 Juni 1879. Terlahir sebagai orang keturunan Tionghoa, Khow Kim An sukses sebagai pedagang, pemimpin dan bankir di kalangan masyarakat Tionghoa.

Khow Kim An adalah menantu dari Poa Keng Hek, anak Kapten Tionghoa dan merupakan pemuka komunitas keturunan Tionghoa kala itu. Karena besarnya pengaruh dan “potensi” dari Khouw Kim An. Maka pemerintah hindia belanda mengangkatnya sebagai letnan pada tahun 1905, kapiten pada tahun 1908 hingga menjadi mayor pada tahun 1910.

Pada tahun 1942 saat tentara jepang menguasai pulau Jawa, sebagai tokoh masyarakat yang berpengaruh. Khouw Kim An ditangkap dan dipenjara di camp konsentrasi Cimahi hingga menghembuskan nafas terakhir pada 13 februari 1945 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Jati Petamburan.

Tidak dikenakan biaya untuk masuk ke gedung Candra Naya ini, Sobat Piknik hanya diminta untuk mengisi buku tamu yang disediakan oleh pengelola. Oya, untuk ke Gedung Candra Naya, Sobat Piknik dapat naik Busway rute 1 Kota - Blok M, rute 1A Balai Kota – PIK dan rute 9B Kota – Pinang Ranti turun di Halte Olimo.

Memasuki ruang utama gedung Candra Naya yang teduh ini, tampak jelas ornamen khas Tionghoa yang dapat Sobat Piknik lihat pada pilar, pintu dan jendela yang konon masih asli.

Terdapat dua ruang di gedung Candra Naya ini, di sisi kiri terdapat ruang yang memajang Chinese Darma Character yang merupakan panutan masyarakat Tionghoa dalam berkehidupan.

Dan ruang di sisi kanan gedung berupa sebuah ruang kosong dengan satu pajangan lukisan air terjun dan lampu penerangan yang sederhana.

Di bagian belakang gedung Candra Naya terdapat sebuah teras dengan kolam ikan koi yang menyejukkan. Menurut Travelista ini adalah oase di kawasan superblok Green City Square yang super sibuk. #oasemata.

Di bagian belakang gedung Candra Naya juga terdapat altar untuk sembahyang bagi Sobat Piknik yang beragama Budha. #oaseiman.

Dan di bagian samping terdapat kedai kopi Oey milik pakar kuliner legendaris Bondan Winarno. Ini adalah salah satu cabang kedai kopi Oey yang ada di Jakarta. Kedai ini memang mengusung konsep jadul. Jadi tepat betul kalau Pak Bondan memanfaatkan heritage ini sebagai cabangnya. #oaseperut #MaknyuslahPakBondan. Hehehe…


Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...


Pesan moral :
  1. Terlepas dari sejarah adanya upaya memindahkan Candra Naya untuk kepentingan bisnis developer. Hal yang patut diapresiasi dari tetap exsist nya gedung Candra Naya adalah upaya dan dukungan dari berbagai pihak untuk tetap memberi space agar situs masa lalu tetap bisa menjadi bagian situs masa depan.
  2. Menurut Travelista, konsep perpaduan heritage di tengah bangunan modern merupakan keunikan dan keuntungan tersendiri bagi developer. Karena tidak semua developer memiliki landmark bersejarah pada area yang dibangun. Oleh karena itu kemasan dalam bahasa promosi marketing dapat ajukan kepada calon Customer. Hehehe...
  3. Mendengar dan membaca sejarah yang panjang tentang Candra Naya dan membandingkan dengan kondisi yang sesungguhnya. Ada satu hal yang Travelista sayangkan, gedung Candra Naya besar tapi terlihat kosong. Sedikit sekali benda dan artefak tentang kemegahan Candra Naya di masa lalu. Semoga developer ataupun pemilik lahan dapat berkolaborasi dengan penggiat sejarah untuk merekonstruksi lebih lanjut dan membuat replika benda dan artefak untuk mereprentasikan kemegahan rumah kediaman sang mayor.

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengunjungi Sisa Situs Candi Hindu di Pulau Kalimantan

Kali ini Travelista sedang berada di Kota Amuntai yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sebuah kawedanan yang sudah terbentuk sejak jaman hindia belanda bahkan sudah dikenal sejak jaman kerajaan Hindu Majapahit yang melakukan ekspansi ke seluruh Nusantara. Dengan luas sekitar 291 km² kota Amuntai cukup ramai terutama di sepanjang jalan A Yani dan Norman Umar yang merupakan pusat pemerintahan, tidak jauh dari aliran sungai Tabalong yang pernah menjadi urat nadi transportasi Amuntai jaman dulu. Kini bantaran sungai Tabalong kota Amuntai ditata lebih rapi dengan menghadirkan tugu itik Alabio sebagai ikon kota. Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa Amuntai identik dengan itik Alabio yang bernama latin Anas Plathycus Borneo. Fauna endemik yang berasal dari desa Mamar Amuntai Selatan yang banyak dijajakan di pasar unggas Alabio. Photo by : Siran Masri Photo by : Henker Dari tugu itik Alabio, Travelista teruskan berjalan menuju jalan Batung Batulis untuk mengunjungi situs candi ...

Berziarah ke Makam Kakek Pendiri Kesultanan Banjar

Biasanya Travelista menuju Kantor Cabang di Provinsi Kalsel bagian hulu melalui jalan kota Martapura. Tapi karena terjadi kemacetan, Travelista dibawa Personil cabang melintasi kota Martapura via jalan tembus yang membelah perkebunan sawit yang belum terlalu rimbun. Sambil menikmati pemandangan perkebunan sawit, mata Travelista tertuju pada papan petunjuk yang tadi terlewat. Segera Travelista meminta Personil cabang putar balik untuk singgah sejenak di tempat yang ternyata makam Pangeran Sukamara. Area pemakaman cukup luas dan kelihatannya sih, masih banyak yang belum ditempati #jadibingungmaksudkatabelumditempati? Hehehe… Karena udara luar cukup terik, maka segera Travelista menuju cungkup makam Pangeran Sukarama yang di design layaknya sebuah langgar.  Terdapat cukup banyak makam warga yang dikebumikan di area depan dan belakang makam Pangeran Sukarama yang berada di dalam ruang bersama dua makam pangeran yaitu Pangeran Angsana dan Pangeran Jangsana yang tertulis wafat tahun 1322...

Upaya Melestarikan Budaya Asli Jakarta

Di kota modern seperti Jakarta dengan proyek pembangunan kota yang tanpa henti tentu menarik untuk mengetahui kebudayaan aslinya. Lalu pertanyaannya adalah. “ Di mana kita dapat menemukan kehidupan dan budaya warga asli Jakarta saat ini ? ” Sempat tersentralisasi di kawasan Condet, Jakarta Timur yang ditetapkan sebagai cagar budaya Betawi oleh gubernur Ali Sadikin sejak tahun 1974. Namun konsep pembangunan tak terkendali di kawasan Condet menyebabkan kekhasan sebagai cagar budaya Betawi sirna. Sehingga cagar budaya Betawi dipindahkan ke S etu Babakan, Jakarta Selatan pada tahun 2001 oleh gubernur Sutiyoso. Menempati lahan sekitar 289 hektar. Setu Babakan dibagi menjadi beberapa zona edukasi untuk mengenalkan kebudayaan dan kehidupan suku Betawi. Tidak ada tarif yang dikenakan untuk masuk ke perkampungan budaya Setu Babakan. Sobat Piknik hanya cukup membayar parkir kendaraan saat memasuki area danau. Rindang pepohonan, semilir angin dari arah danau dan sesekali terdengar percakapan dala...