Langsung ke konten utama

Berkunjung ke Kota Tiga Satu

Selesai tugas di Pangkalan Bun Kotawaringin Barat, perjalanan Travelista lanjutkan ke Sampit yang ada di Kotawaringin Timur. Karena tugas Trevelista baru selesai di sore hari, maka Travelista memilih moda transportasi bus malam untuk menuju Sampit.

Terdapat 3 operator bus kelas executive yang melayani rute Pangkalan Bun – Sampit – Palangkaraya. Sobat Piknik tinggal pilih dengan menyesuaikan waktu keberangkatanya. Kebetulan Travelista memilih PO Agung Mulia dengan jadwal keberangkatan jam 18:00 waktu setempat dari terminal bus Natai Suka.

Dengan kondisi bus yang prima perjalanan sejauh 229 km yang ditempuh dalam 4 jam sangat tidak terasa. Ok juga nih bus ! Karena berangkat di malam hari, tentu Travelista tidak dapat menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Hanya bayang pohon sawit dan binar lampu rumah penduduk yang Travelista lihat dalam laju bus yang cukup kencang.

Sekitar 4 jam berlalu, akhirnya Travelista sampai di terminal bus Sampit yang terletak di jalan MT Haryono. Nampaknya Sampit lebih ramai dibanding Pangkalan Bun. Hal ini dapat Sobat Piknik lihat dari padatnya toko – toko sepanjang jalan utama dan pemukiman Penduduk sepanjang jalan alternatif sehingga jalan di kota ini.

Terdapat beberapa versi tentang asal usul kata Sampit. Versi pertama meyakini bawah kata Sampit berasal dari bahasa China yang berarti 31 sam artinya 3 dan it artinya 1. Disebut 31, karena konon pada masa itu datang 31 orang China yang melakukan kontak dagang serta membuka usaha perkebunan di Kutawaringin Timur.

Versi kedua meyakini bawah kata Sampit merupakan sebuah kerajaan bernama Sungai Sampit yang diperintah oleh Raja Bungsu yang memiliki satu anak laki – laki yang bernama Lumuh Sampit dan satu anak perempuan yang bernama Lumuh Langgana. Yang kemudian berebut kekuasaan hingga akhirnya kerajaan Sungai Sampit bubar.

Versi ketiga meyakini bawah kata Sampit adalah nama penghulu atau orang pertama yang membuka lahan di Kutawaringin Timur yaitu Datuk Sampit yang berasal dari Bati - Bati Kalimantan Selatan.

Dan versi terakhir meyakini bawah asal kata Sampit karena jalan di kota ini sempit karena padatnya pemukiman penduduk yang telah lebih dulu berdiri sebelum jalan di kota ini dibuat.

Setelah menyelesaikan pekerjaan di kantor cabang, Travelista sempatkan untuk berburu kuliner lokal di kota Sampit. Pilihan kali ini adalah makan siang di Restoran Kampoeng Oelin yang beralamat di jalan Usman Harun. 

Keunikan restoran ini adalah terletak di sisi sungai Mentaya dan terdapat sebuah perahu yang dijadikan tempat makan. Dan uniknya lagi, perahu ini dapat di sewa Sobat Piknik untuk menyusuri sungai Mentaya sambil menyantap hidangan yang Sobat Piknik pesan sebelumnya. Hmmm… Sebuah sensasi yang sangat menarik tentunya. 

Menu makan siang yang kali ini Travelista pesan adalah batu up iwak jelawat yaitu hidangan sejenis pindang, gangan iwak lais, cumi, oseng toge, oseng umbut pekat atau rotan muda, oseng kelakai atau pakis haji dan sebakul nasi tentunya. Hehehe…

Setelah santap siang, Travelista harus kembali ke kantor cabang untuk menyelesaikan pekerjaan. 

Dan menutup akhir jibaku pekerjaan di kantor cabang. Travelista putuskan untuk bersantap malam di sebuah kedai nasi kuning pekapuran yang terletak di jalan MT Haryono dekat hotel tempat Travelista menginap.


Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Pusat Pemujaan Kerajaan Tarumanegara

Sebenarnya sudah beberapa kali Travelista bertugas di pusat kota Karawang. Namun baru kali ini Travelista sempat mengunjungi situs percandian Batujaya yang lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Karena benar – benar niat, maka Travelista naik KRL dari stasiun Manggarai ke stasiun Cikarang disambung motoran dengan Sobat Kantor yang bersedia mengantar Travelista ke situs percandian Batujaya. Hehehe… Dari stasiun Cikarang, jarak ke situs percandian Batujaya sekitar 30 km melalui jalan Sukatani - Cabang Bungin - Batujaya kemudian berbelok ke jalan raya candi Jiwa. Setelah motoran sekitar satu setengah jam dari stasiun Cikarang, akhirnya Travelista sampai gapura jalan raya candi Jiwa. Motor Travelista parkir di museum situs candi Batujaya yang diresmikan tahun 2006. Di dalam museum, Sobat Piknik dapat melihat artefak yang ditemukan saat ekskavasi di situs percandian Batujaya seperti manik - manik, potongan kayu, arca, votive tablet atau keping tanah liat berbentuk miniatur stupa, gerabah...

Berharap Terik di Citorek

Tak terasa sudah lebih dari setahun touring motor bareng Sobat Kantor berlalu. Kalau touring edisi sebelumnya disepakati PP dalam sehari. Maka touring kali ini disepakati untuk minta izin ke istri dan anak masing – masing agar dipebolehkan tidak pulang ke rumah karena  perjalanan ke Citorek harus dilakukan malam hari  demi menyaksikan fenomena negeri di atas awan saat matahari terbit. Touring dimulai hari jumat sore setelah jam pulang kantor. Check point pertama rumah Sobat Kantor yang ada di daerah Sawangan untuk dijamu makan malam . Setelah perut kenyang dan bersenda gurau hingga Jam 21:00. Maka perjalannya diteruskan menyusuri jalan raya Parung - Ciampea untuk menuju che ck point kedua di rumah Sobat Kantor yang ada di daerah Jasinga. Tepat jam 23:00 Travelista dan Sobat Kantor tiba di check point Jasinga untuk rehat sejenak dan ngemil tengah malam. Setelah mandi dan persiapan lainnya, tepat jam 03:00 dini hari, Travelista dan Sobat Kantor memulai perjalanan menuju Citorek ...

Melihat Miniatur Kalimantan Selatan di Dalam Sebuah Museum

Berkunjung ke museum sebelum melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya adalah hal yang bijak di tengah keterbatasan waktu sambil menunggu penerbangan. Di sela waktu tunggu kali ini Travelista sempatkan untuk mengunjungi museum Lambung Mangkurat yang terletak di jalan Ahmad Yani Kota Banjar Baru. Pertama kali didirikan pada tahun 1907 oleh pemerintahan hindia belanda untuk menyimpan temuan artefak purbakala di Kalimantan Selatan dengan nama museum Borneo namun fungsinya dihentikan saat tentara jepang mulai menduduki Kalimantan Selatan. Borneo museum in Bandjarmasin 1907 koleksi Tropen Museum Pada tanggal 22 Desember 1955 dengan koleksi barang - barang pribadi miliknya. Amir Hasan Kiai Bondan mencoba menghidupkan kembali museum Borneo yang diberi nama museum Kalimantan. Pada tahun 1967 bangunan museum dipugar dan diberi nama museum Banjar hingga dibangun gedung museum baru bergaya rumah Bubungan Tinggi modern yang diberi nama Lambung Mangkurat dan diresmikan kembali oleh Mendikbud D...