Langsung ke konten utama

Mengenal Lebih Dekat Tjong A Fie

Kali ini Travelista ada di Medan, kota terbesar di pulau Sumatera. Oya Sobat Piknik, di zaman dahulu Kota Medan yang lebih dikenal sebagai tanah Deli adalah pusat perdagangan (ekspor - impor) yang ramai di masanya. Hal tersebut yang membuat banyak orang berbondong – bondong datang ke tanah Deli sehingga pembangunan kota Medan sangat pesat. 

Salah satunya adalah lapangan Merdeka yang merupakan titik nol kota Medan dan juga berfungsi sebagai alun - alun kota. Lapangan Merdeka dikelilingi berbagai bangunan peninggalan kolonial, seperti kantor pos, hotel De Boer, gedung Balai Kota Lama dan gedung de Javasche Bank.

Kali ini Travelista mulai dari lapangan merdeka atau merdeka walk. Lapangan ini dibangun oleh pemerintah kolonial sekitar tahun 1872 bersamaan dengan kepindahan Kesultanan Deli dan diberi nama de Esplanade dan diganti menjadi Fukuraido pada masa pendudukan Jepang hingga menjadi lapangan merdeka sekitar tahun 1950.

Setelah berjalan mengelilingi merdeka walk, perjalanan Travelista lanjutkan ke rumah Tjong A Fie yang terletak di Jalan Ahmad Yani. Rumah dengan perpaduan arsitektur Tionghoa, Eropa dan Melayu ini merupakan rumah kediaman Kapiten Tjong A Fie serta keturunannya yang dibangun pada tahun 1900. Untuk masuk ke rumah Tjong A Fie, Sobat Piknik akan dikenakan tiket masuk Rp 35.000.

Menilik rumah Tjong A Fie erat kaitannya dengan pesatnya perkembangan kota Medan di kala itu. Tjong A Fie muda merantau ke Medan pada tahun 1875 pada saat berusia 18 tahun untuk mengadu nasib menyusul kakaknya Tjong Yong Hian yang sudah terlebih dahulu datang ke kota Medan.

Tjong A Fie bekerja di toko milik teman kakaknya yang bernama Tjong Sui Fo. Di toko tersebut, Tjong A Fie bekerja mulai dari memegang pembukuan, melayani pelanggan, menagih utang serta tugas - tugas lainnya. Tjong A Fie dikenal pandai bergaul, tidak hanya dengan orang Tionghoa saja tetapi juga dengan warga Melayu, Arab, India dan warga Belanda.

Jiwa kepemimpinan yang menonjol membuat Tjong A Fie sering menjadi penengah ketika terjadi perselisihan antara orang Tionghoa dengan etnis lain di areal perkebunan milik belanda. Karena kemampuannya, Tjong A Fie sering diminta belanda untuk membantu mengatasi masalah - masalah tersebut. Hingga akhirnya Tjong A Fie diangkat menjadi Letnan Tionghoa kota Medan dan naik pangkat menjadi Kapitan menggantikan posisi kakaknya Tjong Yong Hian yang wafat. 

Selain menjabat sebagai penasihat pemerintah hindia belanda untuk urusan Tiongkok, Tjong A Fie juga menjadi anggota gemeenteraad (dewan kota) dan cultuurraad (dewan kebudayaan) atas rekomendasi Sultan Deli.

Koleksi rumah Tjong A Fie sangat klasik dan tentu memiliki nilai history yang tinggi. Koleksi kursi, lemari, lampu meja rias hingga tempat tidur akan membuat Sobat Piknik seolah memasuki lorong waktu ke awal abad 19.

Di ruang belakang terdapat meja makan yang telah terhampar peralatan makan antik khas tiongkok yang menjadi ciri jaman awal abad ke 19.

Dekat dengan ruang makan terdapat ruang yang memajang berbagai koleksi foto kegiatan Tjong A Fie seperti foto perayaan ulang tahun Tjong A Fie ke 60 di tahun 1920, perayaan imlek di rumah Tjong A Fie, perayaan chingeey dalam rangka memperingati kekusuksesan jubelium ke 30 Tjong A Fie sebagai pemimpin masyarakat China di Medan pada tahun 1916, pertandingan sepakbola di lapangan esplanade (merdeka walk) pada tahun 1925, foto Sultan Makmun Al Rasyid yang memiliki hubungan dekat dengan Tjong A Fie, foto kedatangan kuli perkebunan di belawan pada tahun 1903, foto rumah Tjong A Fie di China, surat penghargaan dari gubernur hindia belanda untuk Tjong A Fie di tahun 1904 serta foto anak cucu Tjong A Fie.

Di pelataran samping, dipajang silsilah keluarga Tjong A Fie, foto rumah ibadah multiagama dan fasilitas sosial yang dibangun oleh Tjong A Fie yaitu Masjid Lama Sipirok, Masjid Raya Al Mashum, Masjid Lama Gang Bengkok Kesawan, Kelenteng Kwan Ti Kong, Gereja Uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Hindu untuk warga India, titi Beliani atau jembatan kebajikan di Jalan Zainul Arifin, rumah sakit Tionghoa Tjie On Jie Jan, pembangunan Istana Maimun, menara lonceng Gedung Balai Kota Medan lama,  jalur kereta Medan – Belawan serta mendirikan Batavia Bank dan Deli Bank.

Di sini juga dipajang wasiat yang dibuat Tjong A Fie sebelum wafat. Wasiat yang dibuat dihadapan notaris Dirk Johan Focquin De Grave pada tahun 1920. yang berisi lima hal yaitu :
  1. Merawat kuil nenek moyang dan membiayai ongkos upacara peringatan Tjong A Fie dan upacara suci keagamaan nenek moyang Tjong A Fie.
  2. Mengadakan perawatan serta memajukan pendidikan dan pelajaran anak - anak Tjong A Fie yang sudah dan akan lahir dari keturunan laki - laki dalam derajat tidak terbatas.
  3. Memberi tunjangan keuangan kepada muda - muda yang berbobot dan berkelakuan baik tanpa membedakan golongan rupa yang untuk melanjutkan dan menyempurnakan pelajarannya memerlukan bantuan tersebut.
  4. Memberikan sedekah atau santunan kepada yang berkepentingan tanpa membedakan golongan bangsa yang oleh karena cacat badan, buta, sakit panjang atau penyakit - penyakit lain dan tidak mampu menghidupi dirinya sendiri.
  5. Meringankan beban kerugian yang diderita oleh orang - orang tanpa membedakan golongan bangsa sebagai akibat dari bencana - bencana alam yang tiap - tiap keadaan harus dimusyawarahkan atau rapat bersama keluarga.
MANTAP ya wasiatnya Sobat Piknik ?! Tjong A Fie tutup usia pada tanggal 4 Februari 1921 karena menderita pendarahan otak dan dimakamkan di Pulo Brayan. Seluruh masyarakat kota Medan turut berduka dan ribuan orang datang melayat untuk memberi penghormatan terakhir kepada seorang Tionghoa yang dermawan.

Selain memajang koleksi barang klasik peninggalan mendiang Tjong A Fie, di rumah ini juga memajang koleksi milik anak cucu keturunan Tjong A Fie. Hal ini dapat Sobat Piknik lihat di ruang atas dan bawah sebelah kanan rumah Tjong A Fie.

Di lantai atas nampaknya adalah ruang keluarga, di sini juga terdapat ruang audio visual dan teras yang digunakan oleh Tjong A Fie sebagai tempat berkumpul dengan anggota keluarga dan menjamu tamu yang berkunjung.

Selesai sudah menapaktilasi ringkasan perjalanan hidup Tjong A Fie di rumahnya. Namun ada hal yang paling Travelista rindukan saat berkunjung ke kota Medan yaitu makan kerang rebus ! Sekitar 8 tahun yang lalu saat pertama kali ke kota Medan, saat Travelista belum bisa menulis blog. Hehehe... 

Berbeda dangan Ucok Durian atau bolu Meranti yang namanya sudah familiar dan lokasinya mudah dicari di google map atau bertanya pada orang cabang. Kedai kerang yang Travelista maksud nama jalannya saja Travelista lupa apalagi nama kedainya ! Hehehe… 

Bukanya hanya malam hari dan patokan yang Travelista ingat adalah tempatnya tidak jauh dari tempat Travelista menginap saat itu yaitu Grand Kayana Hotel karena dulu Travelista jalan kaki menuju kedai itu.

Setelah merekonstruksi memory dan menyusuri jalan sekitar hotel Grand Kayana. Akhirnya Travelista ketemu dengan kedai yang sengat sederhana ini ! Yeyeyyy…!!! Sungguh Travelista seneng banget !!! 

Namanya kedai kerang rebus Sumber Rejeki. Rupanya di google map sudah ada yang tag in dengan nama kerang rebus Sumber Rezeki. Kalau tadi ingat nama kedainya, mending cari di google map. Tapi tak apalah, yang penting hal tersebut dapat membantu untuk mencicipi kerang rebus yang rasanya JUARA !!! 

Di kedai ini menjual aneka kerang segar yang siap untuk direbus. Kebetulan tersisa 4 jenis kerang, langsung Travelista pesan ke 4 jenis kerang tersebut.

Selain kerangnya yang benar - benar segar, kunci utama yang membuat kerang ini JUARA !!! Adalah sambal nanas dan kacangnya JUARA !!! Ditambah sedikit perasan jeruk nipis. Hmmm… JUARA !!! Menurut Travelista, Sobat Piknik yang berkunjung ke kota Medan harus meluangkan waktu untuk mencicipi kerang rebus ini.


Selesai sudah piknik kali ini, Travelista harus kembali ke hotel sebelum besok kembali bekerja dan kembali ke Jakarta dengan membawa setumpuk laporan. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...

Pesan moral :
Tjong A Fie sangat dihormati dan disegani, karena ia menguasai bidang ekonomi dan politik. Dalam menjalankan bisnisnya, Tjong A Fie selalu mengamalkan 3 hal yakni, jujur, setia dan bersatu. Ia selalu berprinsip di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Ia pun membagikan 5% keuntungan usahanya kepada para pekerjanya. Karena sifatnya yang dermawan dan toleran tanpa membeda - bedakan bangsa, ras, agama dan asal usul, Tjong A Fie senantiasa dikenang oleh warga Medan dan sekitarnya serta berkontribusi terhadap kerukunan umat beragama di Sumatera Utara.

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Berziarah ke Makam Kakek Pendiri Kesultanan Banjar

Biasanya Travelista menuju Kantor Cabang di Provinsi Kalsel bagian hulu melalui jalan kota Martapura. Tapi karena terjadi kemacetan, Travelista dibawa Personil cabang melintasi kota Martapura via jalan tembus yang membelah perkebunan sawit yang belum terlalu rimbun. Sambil menikmati pemandangan perkebunan sawit, mata Travelista tertuju pada papan petunjuk yang tadi terlewat. Segera Travelista meminta Personil cabang putar balik untuk singgah sejenak di tempat yang ternyata makam Pangeran Sukamara. Area pemakaman cukup luas dan kelihatannya sih, masih banyak yang belum ditempati #jadibingungmaksudkatabelumditempati? Hehehe… Karena udara luar cukup terik, maka segera Travelista menuju cungkup makam Pangeran Sukarama yang di design layaknya sebuah langgar.  Terdapat cukup banyak makam warga yang dikebumikan di area depan dan belakang makam Pangeran Sukarama yang berada di dalam ruang bersama dua makam pangeran yaitu Pangeran Angsana dan Pangeran Jangsana yang tertulis wafat tahun 1322...

Mengunjungi Sisa Situs Candi Hindu di Pulau Kalimantan

Kali ini Travelista sedang berada di Kota Amuntai yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sebuah kawedanan yang sudah terbentuk sejak jaman hindia belanda bahkan sudah dikenal sejak jaman kerajaan Hindu Majapahit yang melakukan ekspansi ke seluruh Nusantara. Dengan luas sekitar 291 km² kota Amuntai cukup ramai terutama di sepanjang jalan A Yani dan Norman Umar yang merupakan pusat pemerintahan, tidak jauh dari aliran sungai Tabalong yang pernah menjadi urat nadi transportasi Amuntai jaman dulu. Kini bantaran sungai Tabalong kota Amuntai ditata lebih rapi dengan menghadirkan tugu itik Alabio sebagai ikon kota. Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa Amuntai identik dengan itik Alabio yang bernama latin Anas Plathycus Borneo. Fauna endemik yang berasal dari desa Mamar Amuntai Selatan yang banyak dijajakan di pasar unggas Alabio. Photo by : Siran Masri Photo by : Henker Dari tugu itik Alabio, Travelista teruskan berjalan menuju jalan Batung Batulis untuk mengunjungi situs candi ...

Wajah Baru Banten Lama

Hampir lima tahun lamanya Travelista tidak piknik ke Banten. Kali ini ada kerinduan yang memanggil untuk berziarah tempat yang pernah menjadi pusat penyebaran islam di bagian barat pulau Jawa. Travelista berangkat dari rumah untuk menunggu bus jurusan Merak di halte rumah sakit Harapan Kita. Dari sini banyak operator bus yang dapat mengantarkan Sobat Piknik menuju Banten. Kalau lima tahun lalu tarif bus adalah Rp 25.000 sekarang tarif bus menjadi Rp 45.000. Selain faktor inflasi, kebijakan jaga jarak di kala pandemi menjadi alasan operator bus menaikan tarif karena berpengaruh terhadap tingkat keterisian dan biaya operasional. #Harapmaklum. Waktu tempuh dari rumah sakit Harapan Kita ke terminal Pakupatan Serang sekitar 2 jam. Dari terminal ini Sobat Piknik dapat naik angkot jurusan terminal Pakupatan – pasar Rau dengan waktu tempuh sekitar 25 menit. Kalau dulu ongkosnya Rp 4.000 sekarang ongkosnya Rp 5.000. Ah, tidak apa ! Cuma naik Rp 1.000 dari tarif lima tahun lalu. Hehehe... Setela...