Masih
berakhir pekan di Makassar, Travelista masih penasaran dengan museum Kota
Makassar karena di tahun sebelumnya Travelista belum sempat mengunjuginya. Dari hotel tempat Travelista menginap di daerah Daya, Travelista naik
pete – pete kode D jurusan terminal Daya - Makassar Trade Center (Pasar Sentral).
Dibutuhkan
waktu tempuh sekitar 40 menit dari terminal Daya ke Makassar Trade Center. Dari
MTC Travelista teruskan berjalan kaki menuju museum kota Makassar dengan
menyusuri jalan Ahmad Yani lalu berbelok ke jalan Balaikota.
Setelah
berjalan kaki sekitar 750 meter, Travelista tiba di sebuah bangunan bergaya art
deco dengan patung kijang di depannya. Gedung peninggalan kolonial ini dibangun
sekitar tahun 1916 yang diresmikan sebagai museum kota Makassar pada tanggal 7
juni 2000 oleh gubernur Sulawesi Selatan ZB Palaguna.
Tapi ada
yang aneh saat Travelista tiba, museum nampak sepi. Travelista pun coba
mengitari area gedung, tidak nampak ada aktivitas atau petugas yang dapat
Travelista tanya tentang operasional museum kota Makassar. Hmmm...
Nampaknya museum tutup ! Gagal lagi Travelista berkunjung ke museum ini.
Hmmm… Bingung mau ke mana lagi !? Karena perut sudah terasa lapar, maka Travelista putuskan untuk makan siang di kedai konro Karebosi yang berlokasi
di jalan Lampobattang.
Sebenarnya sudah sejak lama Travelista ingin mencicipi konro
Karebosi yang sudah menjadi destinasi kuliner kota Makassar ini. Tapi baru kali
ini kesempatan itu datang. Itu pun karena jaraknya hanya 1 km dari tujuan utama.
Sehingga Travelista bisa tempuh dengan berjalan kaki. Hehehe…
Akhirnya Travelista tiba di kedai konro sangat terkenal di
kota Makassar. Segera Travelista pesan konro bakar yang menjadi menu andalan
kedai ini. Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa konro bakar adalah variasi dari sup
konro dengan bahan utama iga sapi yang kaya dengan bumbu rempah.
Bedanya terletak
pada cara pengolahan dan penyajian kuahnya saja. Konro bakar berbumbu sate
dengan kuah terpisah yang berwarna coklat kehitaman membuat konro
ini memiliki ciri khas tersendiri dibanding dengan sup konro aslinya. Warna
coklat kehitaman pada kuah konro bakar berasal dari buah kluwek, ketumbar,
pala, cengkeh, lemon dan aneka bumbu dapur yang membuat aroma kuah terasa khas.
Hari sudah sore, mau langsung kembali ke hotel rada malas
karena masih butuh piknik sebagai mood booster. Hehehe…
Setelah mempertimbangkan pantai losari atau pelabuhan paotere sebagai opsi destinasi
wisata di sore hari. Akhir terpilihlah pelabuhan Paotere sebagai destinasi untuk menghabiskan senja akhir pekan sebelum lusa Travelista kembali ke Jakarta.
Pemilihan pelabuhan Paotere bukan tanpa dasar. Sebagai daerah
yang sejak dulu tersohor dengan pelaut ulungnya, rasanya layak bagi Travelista untuk
mengunjungi tempat asal perahu phinisi yang terkenal itu.
Dari kedai
konro Karebosi Travelista ukur jarak ke pelabuhan Paotere, jaraknya sekitar 3,3
km. Tidak mungkin rasanya Travelista berjalan kaki sejauh itu. Hehehe...
Segera
Travelista order ojek online dengan tarif termurah menuju pelabuhan Paotere. Sepanjang perjalanan menuju
pelabuhan, Sobat Piknik dengan mudah menemukan penjual ikan basah maupun ikan asin
yang layak dijadikan oleh - oleh.
Akhirnya
Travelista tiba di pelabuhan Paotere yang sudah ada sejak abad 14 pada masa kerajaan Gowa Tallo. Sebuah pelabuhan yang selalu ramai dengan kegiatan bongkar muat
komoditas rempah - rempah dari seluruh Nusantara yang ditutup oleh belanda saat
VOC memonopoli perdagangan rempah – rempah.
Nama
Paotere sendiri berasal dari kata Otere yang dalam bahasa Bugis berarti tali
atau tarik tambang, konon pelaut asal Mandar yang mendarat di pelabuhan kala itu ahli
membuat tali untuk menambatkan kapal di pelabuhan.
Pelabuhan
Paotere direnovasi pada tahun 1991 – 1992 sehingga terintegrasi dengan tempat pelelangan
ikan yang ramai di waktu subuh hingga menjelang siang hari. Saat ini pelabuhan Paotere masih
digunakan untuk menyandarkan perahu phinisi dan kapal berukuran sedang untuk
bongkar muat barang.
Selain menikmati
aktivitas bongkar muat, Sobat Piknik juga dapat menikmati indahnya panorama
sunset di antara perahu yang bersandar.
Hari
semakin malam, Travelista harus kembali ke pasar Sentral untuk naik pete - pete
menuju terminal Daya. Debur ombak dan semilir angin laut menutup piknik kali
ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
Phinisi adalah
saksi bagaimana pelaut ulung Nusantara mengarungi samudera. Hal itu karena tuah
dari pappaseng atau moto suku Bugis yang berbunyi "pura babbara sompekku, pura
tangkisi golikku, ulebbirenngi tellennge natowalie" yang artinya layarku sudah
terkembang, kemudiku sudah terpasang, kupilih tenggelam dari pada kembali. Sebuah
filosofi yang mengajarkan kita untuk memiliki etos kerja yang tinggi dan
pantang menyerah dalam menggapai cita - cita.
Komentar
Posting Komentar