Langsung ke konten utama

Melihat Miniatur Kalimantan Selatan di Dalam Sebuah Museum

Berkunjung ke museum sebelum melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya adalah hal yang bijak di tengah keterbatasan waktu sambil menunggu penerbangan. Di sela waktu tunggu kali ini Travelista sempatkan untuk mengunjungi museum Lambung Mangkurat yang terletak di jalan Ahmad Yani Kota Banjar Baru.

Pertama kali didirikan pada tahun 1907 oleh pemerintahan hindia belanda untuk menyimpan temuan artefak purbakala di Kalimantan Selatan dengan nama museum Borneo namun fungsinya dihentikan saat tentara jepang mulai menduduki Kalimantan Selatan.

Museum Lambung Mangkurat
Borneo museum in Bandjarmasin 1907 koleksi Tropen Museum

Pada tanggal 22 Desember 1955 dengan koleksi barang - barang pribadi miliknya. Amir Hasan Kiai Bondan mencoba menghidupkan kembali museum Borneo yang diberi nama museum Kalimantan.

Pada tahun 1967 bangunan museum dipugar dan diberi nama museum Banjar hingga dibangun gedung museum baru bergaya rumah Bubungan Tinggi modern yang diberi nama Lambung Mangkurat dan diresmikan kembali oleh Mendikbud Daoed Joesoef pada tanggal 10 Januari 1970.

Museum buka setiap hari jam 08.00 – 15.00 WITA kecuali hari jumat yang buka pada jam 08.00 – 11.00 WITA. Untuk melihat koleksi museum Lambung Mangkurat, Sobat Piknik akan dikenakan tarif Rp 5.000 untuk Sobat Piknik dan Rp 3.000 untuk si buah hati serta Rp 10.000 untuk Sobat Piknik Mancanegara.

Museum Lambung Mangkurat
Sebelum masuk ke ruang pamer indoor. Sobat Piknik juga dapat melihat terlebih dahulu ruang pamer outdoor yang memajang tiga alat transportasi sungai masyarakat Banjar yaitu artefak Jukung Sudur pengakut barang peninggalan abad 15 yang ditemukan di tepi sungai Tarisi Amuntai, artefak perahu Panda Liris yang ditemukan di rawa dasar sungai Sepala serta jukung Tambangan digunakan sebagai sarana angkutan sungai untuk mengangkut penumpang dan barang.

Museum Lambung Mangkurat
Peristiwa geologi subduksi lantai samudera dan benturan benua menjadikan Kalimantan Selatan sebagai daerah patahan gunung Meratus kaya akan keragamanan situs geologi, biologi, vulkanologi dan sosial budaya yang coba dihadirkan dalam etalase museum Lambung Mangkurat.

Dari ruang pamer outdoor Travelista bergegas menuju ruang pamer indoor yang ada bawah museum Lambung Mangkurat. Di sini Sobat Piknik akan dibawa kembali ke masa prasejarah dengan dihadirkan diorama kehidupan manusia purba yang menghadirkan teknologi untuk mempermudah pekerjaan berupa perkakas seperti beliung, kapak batu, kapak lonjong dan kapak perunggu. Sobat Piknik juga dapat melihat bukti bahwa Kalimantan pernah hidup binatang gajah berupa temuan fosil tulang gajah purba yang ditemukan di Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala.

Museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Di periode masa berikutnya Sobat Piknik dapat melihat benda peninggalan sebelum masuknya Islam di Kalimantan Selatan berupa artefak patung Dewa dan patung binatang dari candi Agung Amuntai dan candi Laras Kabupaten Tapin yang merupakan candi Hindu di Kalimantan Selatan yang dibangun sekitar abad 14 oleh Empu Jatnika yang diteruskan oleh Pangeran Suryananta pada masa kerajaan Hindu Negara Dipa di Amuntai.

Museum Lambung Mangkurat
Museum Lambung Mangkurat
Di periode masa kesultanan Islam, Sobat Piknik dapat melihat peninggalan kerajaan Pagatan yang merupakan daerah otonomi bagi imigran suku Bugis asal kerjaaan Wajo Sulawesi Selatan di kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan yang merupakan daerah kesultanan Banjar berupa keris, tombak, parang, tongkat dan wadah perhiasan.

Sobat Piknik juga dapat melihat koleksi peninggalan kesultanan Banjar seperti mahkota, kursi emas, perisai, payung, tombak, stampel raja, perjanjian dengan hindia belanda hingga gamelan keraton yang dibunyikan setiap upacara tradisional dan untuk menyambut tamu kesultanan.

Museum lambung mangkurat
museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Di masa peninggalan perang kemerdekaan, Sobat Piknik dapat melihat koleksi uang, keris, pistol, kompas dan meriam sebagai bukti perlawanan rakyat Banjar terhadap kolonialisme.

museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Dan yang tak kalah menarik adalah ruang khusus yang dibuat untuk mengenang para pahlawan nasional yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan yaitu replika baju pangeran Antasari pemimpin perang Banjar yang wafat pada tanggal 11 Oktober 1862 di Bayan Begok Kabupaten Barito Utara, Demang Leman pemimpin perang Banjar asal Barabai yang dihikum mati di Martapura pada tahun 1864. Sultan Hidayatullah II pemimpin perang Banjar yang wafat di pengasingan Cianjur pada tanggal 24 November 1904.

Idham Chalid asal Tanah Bumbu Wakil Perdana Menteri Indonesia di Kabinet Ali Sastroamidjojo dan Kabinet Djuanda, deklarator dan pemimpin Partai Persatuan Pembangunan, ketua MPR - DPR periode 1972-1977 (27, Menteri Kesejahteraan Rakyat, Menteri Sosial Ad Interim dan Ketua DPA yang makamnya ada di pondok pesantren Darul Quran Cisarua Bogor.

Ir Pangeran H. Mohammad Noor asal Martapura anggota PPKI, Gubernur Kalimantan pertama, Menteri Pekerjaan Umum yang menyelesaikan proyek pengerukan Sungai Barito, pembukaan pesawahan pasang surut, pembangunan PLTA Riam Kanan dan sebagian kanal di Banjarmasin - Sampit. Serta Brigjen Hasan Basry pendiri Batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan asal Kandangan yang wafat pada tanggal 15 Juli 1984 di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.

Museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Naik ke lantai atas museum, Sobat Piknik akan disambut diorama ekosistem yang terdapat di Kalimantan Selatan serta berbagai miniatur rumah tradisional suku Banjar seperti Bubungan Tinggi yang dihuni oleh keluarga bangsawan, Gajah Manyusu yang dihuni oleh keturunan raja, Gajah Baliku yang dihuni oleh saudara sultan, Balai Bini yang dihuni oleh putri raja yang telah menikah, Palimbangan yang dihuni oleh saudagar, Palimasan yang dihuni oleh ulama, serta Cacak Burung, Wadah Alas dan rumah Lanting yang dihuni oleh rakyat biasa.

Museum lambung mangkurat
Di balik miniatur rumah tradisional suku Banjar Sobat Piknik dapat melihat etalase siklus hidup suku Banjar mulai dari fase kelahiran, anak - anak, remaja, menikah, melahirkan hingga meninggal dunia yang diwujudkan dalam bentuk upacara Islami seperti tradisi Baayun Maulud, Basunat, Baantar Jujuran, Batamat Al-Quran, Bakawinan hingga Baaruwah serta terdapat pula ucapara yang dilakukan oleh suku Dayak Meratus.

museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Diorama kegiatan masa lalu suku Banjar dan masih bertahan hingga kini seperti kegiatan mendulang intan di Banjarbaru, membuat ayaman rotan dan kalang hadangan atau mengembala kerbau rawa yang kini masih dapat Sobat jumpai di Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Koleksi museum lambung mangkurat
foto museum lambung mangkurat
Beralih pada diorama selanjutnya Sobat Piknik dapat melihat koleksi peralatan pertanian, perikanan darat dan padai besi dengan metode cetak tuang dari Kabupaten Hulu Sungai Selatan serta aneka permainan tradisional tradisional daerah Kalimantan Selatan seperti Gasing, Dakuan, Sepak Raga dan Layangan Dandang.

Museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Museum lambung mangkurat
Di sini Sobat Piknik juga dapat melihat koleksi benda seni teater yang memajang peralatan musik seperti topeng Panji Kelana, Semar, pakaian wayang Gong yaitu wayang orang suku Banjar yang mementaskan cerita Ramayana versi Banjar dengan menampilkan olah vokal pemain dan gerakan tari dalam iringan musik gamelan.

Museum lambung mangkurat
koleksi museum lambung mangkurat
Di lantai atas museum Lambung Mangkurat terdapat satu ruang khusus untuk mengenang Syeh Muhammand Arsyad seorang ulama besar yang lahir pada tanggal 19 Maret 1710 di desa Lok Gabang Martapura. 

Muhammand Arsyad berkesempatan belajar di Mekah selama 30 tahun mendalami fikih mazhab Syafi'I berkat beasiswa dari Kesultanan Banjar di masa pemerintahan Sultan Hamidullah yang berkuasa di tahun 1700 - 1734. 

Syeh Muhammad Arsyad mengarang kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi pemeluk agama Islam bermazhab Imam Syafi'i di seluruh dunia dan menjadi referensi pendidikan di Universitas Al Azhar Mesir sehingga Muhammad Arsyad dijuluki sebagai Syeh Al Banjary.

Di ruang ini Sobat Piknik dapat melihat berbagai koleksi terkait Syeh Al Banjary seperti situs makam, biografi dan mushaf Al Qur'an tulisan tangan Syeh Al Banjary.

Syeh Al Banjary
Syeh Al Banjari
Di luar ruang museum terdapat juga ruang koleksi yang di spesifikasikan dengan koleksi yang disimpan yaitu ruang keramik, ruang kain dan ruang lukisan. 

Namun saat Travelista piknik, ruang yang dibuka hanyalah ruang lukisan Gusti Sholihin yang merupakan perintis pertama Akademi Seni Rupa Indonesia yang karyanya sempat ditampilkan di Brazil, Belanda, Prancis dan India sekitar tahun 1953.

ruang Lukisan Gusti Sholihin
koleksi ruang Lukisan Gusti Sholihin
Semoga di piknik selanjutnya Travelista dapat melihat isi koleksi yang ada di ruang keramik dan ruang kain museum Lambung Mangkurat ya Sobat Piknik ! 




Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...


Pesan moral :
Rangkaian sejarah museum Lambung Mangkurat merupakan tanda upaya dalam menyelamatkan dan mewariskan benda – benda warisan sejarah dan budaya sebagai sumber informasi untuk menggugah inspirasi dan kreativitas bagi Sobat Piknik yang berkunjung #AYOKEMUSEUM.

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengunjungi Sisa Situs Candi Hindu di Pulau Kalimantan

Kali ini Travelista sedang berada di Kota Amuntai yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sebuah kawedanan yang sudah terbentuk sejak jaman hindia belanda bahkan sudah dikenal sejak jaman kerajaan Hindu Majapahit yang melakukan ekspansi ke seluruh Nusantara. Dengan luas sekitar 291 km² kota Amuntai cukup ramai terutama di sepanjang jalan A Yani dan Norman Umar yang merupakan pusat pemerintahan, tidak jauh dari aliran sungai Tabalong yang pernah menjadi urat nadi transportasi Amuntai jaman dulu. Kini bantaran sungai Tabalong kota Amuntai ditata lebih rapi dengan menghadirkan tugu itik Alabio sebagai ikon kota. Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa Amuntai identik dengan itik Alabio yang bernama latin Anas Plathycus Borneo. Fauna endemik yang berasal dari desa Mamar Amuntai Selatan yang banyak dijajakan di pasar unggas Alabio. Photo by : Siran Masri Photo by : Henker Dari tugu itik Alabio, Travelista teruskan berjalan menuju jalan Batung Batulis untuk mengunjungi situs candi ...

Berziarah ke Makam Kakek Pendiri Kesultanan Banjar

Biasanya Travelista menuju Kantor Cabang di Provinsi Kalsel bagian hulu melalui jalan kota Martapura. Tapi karena terjadi kemacetan, Travelista dibawa Personil cabang melintasi kota Martapura via jalan tembus yang membelah perkebunan sawit yang belum terlalu rimbun. Sambil menikmati pemandangan perkebunan sawit, mata Travelista tertuju pada papan petunjuk yang tadi terlewat. Segera Travelista meminta Personil cabang putar balik untuk singgah sejenak di tempat yang ternyata makam Pangeran Sukamara. Area pemakaman cukup luas dan kelihatannya sih, masih banyak yang belum ditempati #jadibingungmaksudkatabelumditempati? Hehehe… Karena udara luar cukup terik, maka segera Travelista menuju cungkup makam Pangeran Sukarama yang di design layaknya sebuah langgar.  Terdapat cukup banyak makam warga yang dikebumikan di area depan dan belakang makam Pangeran Sukarama yang berada di dalam ruang bersama dua makam pangeran yaitu Pangeran Angsana dan Pangeran Jangsana yang tertulis wafat tahun 1322...

Upaya Melestarikan Budaya Asli Jakarta

Di kota modern seperti Jakarta dengan proyek pembangunan kota yang tanpa henti tentu menarik untuk mengetahui kebudayaan aslinya. Lalu pertanyaannya adalah. “ Di mana kita dapat menemukan kehidupan dan budaya warga asli Jakarta saat ini ? ” Sempat tersentralisasi di kawasan Condet, Jakarta Timur yang ditetapkan sebagai cagar budaya Betawi oleh gubernur Ali Sadikin sejak tahun 1974. Namun konsep pembangunan tak terkendali di kawasan Condet menyebabkan kekhasan sebagai cagar budaya Betawi sirna. Sehingga cagar budaya Betawi dipindahkan ke S etu Babakan, Jakarta Selatan pada tahun 2001 oleh gubernur Sutiyoso. Menempati lahan sekitar 289 hektar. Setu Babakan dibagi menjadi beberapa zona edukasi untuk mengenalkan kebudayaan dan kehidupan suku Betawi. Tidak ada tarif yang dikenakan untuk masuk ke perkampungan budaya Setu Babakan. Sobat Piknik hanya cukup membayar parkir kendaraan saat memasuki area danau. Rindang pepohonan, semilir angin dari arah danau dan sesekali terdengar percakapan dala...