Langsung ke konten utama

Berziarah ke Makam Sunan Ampel

Mengisi weekend saat tugas di kota Sidoarjo. Kira – kira mau ke mana yah Travelista ? Explore tempat wisata kota Sidoarjo atau kota Surabaya ??? Setelah merenung sekejap, terpilihlah kota Surabaya sebagai tujuan piknik hari ini. 

Tujuan utamanya adalah kawasan wisata religi Sunan Ampel. Pikir Travelista, yang dari jauh saja nyempetin berziarah ke makam Wali Songo. Masa, Travelista yang sudah ada di kota tetangga tidak berkeinginan berziarah ke makam Wali Allah tersebut ??? 

Tujuan sudah ditentukan, tinggal memikirkan bagaimana cara untuk mencapai ke sana dengan cara yang hemat ? Setelah cek tarif ojek online, ternyata jarak dari hotel tepat Travelista menginap ke makam Sunan Ampel lebih dari 25 km. Melebihi batas maksimal jarak tempuh dari ojek online roda dua. Selain jarak, tentu tarif juga jadi pertimbangan Travelista dalam setiap piknik. Hehehe… 


Kebetulan sudah hampir seminggu Travelista tinggal di kota lobster. Beberapa kali Travelista lihat ada bus Trans Sidoarjo yang lalu lalang di depan hotel. Setelah mendapat informasi dari pihak hotel, ternyata bus yang diresmikan pada tanggal 22 September 2015 ini memiliki rute ke terminal Bungurasih. Ya kebetulan sekali ! 

Menempuh jarak sekitar 16 km via tol Surabaya – Porong yang ditempuh dalam 30 menit. Travelista rasa worth it lah jika dikenakan tarif Rp 6.000 untuk sekali jalan.
 
Setibanya di terminal Bungurasih, berbekal fasilitas promo Rp 0 ojek online. Travelista langsung order menuju makam Sunan Ampel yang berjarak 16 km. 

Cuaca kota Surabaya saat itu yang cukup terik, lumayanlah buat nambah gradasi warna kulit yang sudah cukup dark. Hehehe... 

Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit, akhirnya Travelista sampai di kawasan wisata religi Sunan Ampel. 

Untuk menuju makam Sunan Ampel, Sobat Piknik harus menyusuri gang padat kios pedagang yang menjual berbagai aneka rupa barang dan makanan khas Timur Tengah seperti kurma, kacang, kismis, kue kamir, roti maryam dan lain sebagainya.

Setelah berjalan sekitar 60 meter dari gang tadi, Travelista tiba di masjid dengan arsitektur Jawa Arab. 

Inilah masjid Sunan Ampel yang tercatat sebagai masjid tertua ke 3 di Indonesia. Masjid yang dibangun oleh Raden Achmad Rachmatullah dibantu sahabat karibnya Mbah Sholeh, Mbah Shonhaji serta para santri tahun 1421 masehi pada masa kerajaan Majapahit.

Dulunya masjid ini menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan Wali Allah untuk membahas tentang penyebaran Islam di tanah Jawa. 

Masjid ini memiliki 16 tiang utama yang terbuat dari kayu jati dengan tinggi 17 meter yang memiliki makna 17 jumlah raka’at shalat dalam sehari. 

Di sekeliling masjid terdapat lima gapura menuju makam Sunan Ampel yang merupakan simbol dari rukun Islam yaitu :
  1. Gapuro Paneksen merupakan simbol dari rukun Islam yang pertama yaitu syahadat.
  2. Gapuro Madep merupakan simbol dari rukun Islam yang kedua yaitu sholat.
  3. Gapuro Poso merupakan simbol dari rukun Islam yang ketiga yaitu puasa. 
  4. Gapuro Ngamal merupakan simbol dari rukun Islam yang keempat yaitu zakat.
  5. Gapuro Munggah merupakan simbol dari rukun Islam yang kelima yaitu haji. 
Sebelum memasuki makam Sunan Ampel, Sobat Piknik akan menemui gentong air minum yang bersumber dari sumur peninggalan Sunan Ampel yang tidak pernah habis atau kering. 

Banyak Sobat Piknik yang minum, membasuh wajah dan juga membawanya pulang untuk oleh – oleh keluarga yang tidak ikut berziarah. Hal ini dilakukan karena air sumur ini diyakini memiliki karomah seperti air zam - zam yang ada di kota Mekah.

Komplek makam dikelilingi tembok besar sekitar 2,5 meter. Di sini Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya.

Di komplek pemakaman Sunan Ampel ini terdapat makam Mbah Shonhaji atau Mbah Bolong. Sosok yang sangat berjasa dalam penentuan arah kiblat masjid Ampel. Mbah Shonhaji dipercaya Sunan Ampel untuk menentukan arah kiblat masjid.

Namun setelah masjid jadi, banyak yang meragukan letak mihrab yang ditentukan oleh Mbah Shonhaji. Tanpa banyak pembelaan, Mbah Shonhaji kemudian menunjukkan bukti dengan melubangi mihrab yang dibuat. Dan ternyata secara mengejutkan dari lubang tersebut terlihat Ka’bah yang ada di kota Mekah. Setelah peristiwa tersebut Mbah Shonhaji dijuluki Mbah Bolong. 

Selain makam Mbah Shonhaji atau Mbah Bolong terdapat juga makam Mbah Sholeh seorang marbot masjid Sunan Ampel yang meninggal sembilan kali. Mbah Sholeh dikenal sebagai santri yang rajin. Sifat rajinnya itu ditunjukkan dengan tak pernah melewatkan harinya untuk membersihkan masjid. Hal itu diakui oleh teman sesama santri dan gurunya sendiri yaitu Sunan Ampel.

Hingga suatu hari ajal menjemput, Mbah Sholeh dimakamkan di samping masjid. Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel tak juga menemukan sosok pengganti serajin Mbah Sholeh. Masjid menjadi kurang terurus dan kotor. Saat itulah Sunan Ampel tiba - tiba teringat Mbah Sholeh dan bergumam dalam hati. "Kalau Mbah Sholeh masih ada, masjid pasti bersih". 

Seketika muncul sosok serupa yang menjalankan rutinitas yang biasa dilakukan Mbah Sholeh. Tapi tak lama kemudian sosok tersebut meninggal lagi dan dimakamkan di samping makam Mbah Sholeh sebelumnya. Peristiwa tersebut terus berulang hingga sembilan kali. Konon Mbah Sholeh baru benar - benar meninggal setelah Sunan Ampel wafat.

Selain dua makam tersebut di atas, terdapat satu makam tokoh pergerakan nasional yang ada di kawasan Masjid Sunan Ampel ini. Yaitu makam Kyai Haji Mas Mansoer yang merupakan penasehat pengurus besar Syarikat Islam dan ketua pengurus besar Muhammadiyah periode 1937 - 1943.


Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...

Bersambung ke artikel : Napak Tilas Pertempuran 10 November…


Pesan moral :
Berziarah ke Makan Sunan Ampel tadi telah menyadarkan Travelista akan tujuan hidup. Kealiman dan kesolehan orang yang ada di dalam kubur menjadi motivasi tersendiri bagi Travelista untuk terus dan tetap beramal baik agar kelak tetap dapat menjadi contoh yang baik #Aamiin. Sunan Ampel dalam keadaan wafatnya pun bisa mengajak semua orang yang datang berziarah untuk selalu mengingat Allah dan Rosul Nya dengan berzikir dan bersholawat. Sungguh karomah yang sangat Agung. 

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengunjungi Sisa Situs Candi Hindu di Pulau Kalimantan

Kali ini Travelista sedang berada di Kota Amuntai yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sebuah kawedanan yang sudah terbentuk sejak jaman hindia belanda bahkan sudah dikenal sejak jaman kerajaan Hindu Majapahit yang melakukan ekspansi ke seluruh Nusantara. Dengan luas sekitar 291 km² kota Amuntai cukup ramai terutama di sepanjang jalan A Yani dan Norman Umar yang merupakan pusat pemerintahan, tidak jauh dari aliran sungai Tabalong yang pernah menjadi urat nadi transportasi Amuntai jaman dulu. Kini bantaran sungai Tabalong kota Amuntai ditata lebih rapi dengan menghadirkan tugu itik Alabio sebagai ikon kota. Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa Amuntai identik dengan itik Alabio yang bernama latin Anas Plathycus Borneo. Fauna endemik yang berasal dari desa Mamar Amuntai Selatan yang banyak dijajakan di pasar unggas Alabio. Photo by : Siran Masri Photo by : Henker Dari tugu itik Alabio, Travelista teruskan berjalan menuju jalan Batung Batulis untuk mengunjungi situs candi ...

Berziarah ke Makam Kakek Pendiri Kesultanan Banjar

Biasanya Travelista menuju Kantor Cabang di Provinsi Kalsel bagian hulu melalui jalan kota Martapura. Tapi karena terjadi kemacetan, Travelista dibawa Personil cabang melintasi kota Martapura via jalan tembus yang membelah perkebunan sawit yang belum terlalu rimbun. Sambil menikmati pemandangan perkebunan sawit, mata Travelista tertuju pada papan petunjuk yang tadi terlewat. Segera Travelista meminta Personil cabang putar balik untuk singgah sejenak di tempat yang ternyata makam Pangeran Sukamara. Area pemakaman cukup luas dan kelihatannya sih, masih banyak yang belum ditempati #jadibingungmaksudkatabelumditempati? Hehehe… Karena udara luar cukup terik, maka segera Travelista menuju cungkup makam Pangeran Sukarama yang di design layaknya sebuah langgar.  Terdapat cukup banyak makam warga yang dikebumikan di area depan dan belakang makam Pangeran Sukarama yang berada di dalam ruang bersama dua makam pangeran yaitu Pangeran Angsana dan Pangeran Jangsana yang tertulis wafat tahun 1322...

Upaya Melestarikan Budaya Asli Jakarta

Di kota modern seperti Jakarta dengan proyek pembangunan kota yang tanpa henti tentu menarik untuk mengetahui kebudayaan aslinya. Lalu pertanyaannya adalah. “ Di mana kita dapat menemukan kehidupan dan budaya warga asli Jakarta saat ini ? ” Sempat tersentralisasi di kawasan Condet, Jakarta Timur yang ditetapkan sebagai cagar budaya Betawi oleh gubernur Ali Sadikin sejak tahun 1974. Namun konsep pembangunan tak terkendali di kawasan Condet menyebabkan kekhasan sebagai cagar budaya Betawi sirna. Sehingga cagar budaya Betawi dipindahkan ke S etu Babakan, Jakarta Selatan pada tahun 2001 oleh gubernur Sutiyoso. Menempati lahan sekitar 289 hektar. Setu Babakan dibagi menjadi beberapa zona edukasi untuk mengenalkan kebudayaan dan kehidupan suku Betawi. Tidak ada tarif yang dikenakan untuk masuk ke perkampungan budaya Setu Babakan. Sobat Piknik hanya cukup membayar parkir kendaraan saat memasuki area danau. Rindang pepohonan, semilir angin dari arah danau dan sesekali terdengar percakapan dala...