Langsung ke konten utama

Mengenal Kebudayaan Minangkabau di Tempat Ini

Kali ini Travelista ada di kota Padang. Mendengar kata padang tentu pikiran akan langsung terafiliasi dengan rumah makan Padang yang selalu menjadi opsi favorit makan siang saat istirahat kantor. Namun tujuan Travelista ke Padang bukan karena ingin mecicipi hidangan lezat di ranah asalnya. Tetapi T U G A S. Hehehe…

Tiba di Minangkabau International Airport yang terletak di kabupaten Pariaman, Sobat Piknik dapat naik taxi atau kereta bandara ke kota Padang. Tetapi kali ini Travelista dijemput oleh Team Cabang, jadi sambil menunggu jemputan datang. Travelista sempatkan untuk keliling bandara mencari spot – spot foto yang kece untuk di upload di blog atau instagram. Hehehe…

Travelista hanya punya waktu 2 hari untuk menyelesaikan semua tugas di cabang Padang. Langsung saja Travelista tancap gas untuk kejar deadline dari BOS BESAR. Karena besok petang harus kembali ke Jakarta dan lusa harus presentasi ke beliau.

Travelista kerja siang malam ditambah dari teng masuk kerja langsung meningkatkan speed secara bertahap agar deadline report dapat di meetingkan esok hari dengan Team cabang. Saat istirahat siang Travelista sempatkan untuk mengunjungi museum Adityawarman yang letaknya tidak jauh dari kantor cabang tempat Travelista bekerja.

Untuk masuk ke museum yang beralamat di jalan Diponegoro no 10 Padang Barat ini Sobat Piknik akan dikenakan biaya Rp 5.000 perorang dengan waktu operasional setiap hari selasa – minggu dari jam 08:00 – 18:00. 

Di halaman museum terdapat patung Bagindo Aziz Chan yang merupakan walikota Padang kedua. Beliau yang tewas saat memimpin pertempuran melawan agresi milter belanda pada tanggal 19 juli 1947 dalam usia 36 tahun. 

Di sini juga terdapat relief wajah Pahlawan nasional asal Minangkabau. Di antaranya Tuanku Imam Bonjol, Muhammad Hatta, Haji Agus Salim, Muhammad Yamin, Sutan Syahrir, Rasuna Said, Hamka dan Tan Malaka. 

Di salah satu sudut halaman museum juga Sobat Piknik dapat melihat pesawat tempur peninggalan perang dunia II yang dijadikan monumen.

Menuju ke depan museum, Sobat Piknik dapat melihat patung pejuang memegang senjata bambu runcing. Di samping patung tersebut, terdapat puisi yang menggambarkan pengorbanan para Pejuang yang telah memperjuangkan kemerdekaan pada masa lampau. 

Dan terdapat juga tugu menjulang yang terukir teks proklamasi dan akronim kata PADANG dengan tertera 9 Maret 1950. Yang merupakan hari kembalinya kota Padang ke naungan NKRI setelah menjadi bagian dari RIS.

Di balik tugu terdapat inti bangunan museum Adityawarman dengan design rumah gadang dengan tujuh puncak bagonjong dan dinding dengan ukiran khas Minangkabau. Di depan museum terdapat dua buah rangkiang atau lumbung padi symbol kemakmuran ranah Minang.

Sebagai museum yang terdapat di ibukota propinsi museum Adityawarman juga turut mempromosikan beberapa museum lokal yang ada di Sumatra Barat seperti museum perjuangan tridaya eka dharma, museum kelahiran bung Hatta, rumah adat baanjuang di Bukit Tinggi, museum kereta api, museum gudang ransum di Sawahlunto, rumah kelahiran Buya Hamka di Agam dan Istano Basa di Pagaruyung.

Di ruang sebelah kiri museum Sobat Piknik dapat melihat pelaminan pernikahan adat Minang dengan sepasang pengantin yang mengenakan pakaian adat Minang, kamar, serta pelataran rumah dengan gaya khas Minangkabau yang cukup menarik untuk Sobat Piknik amati.

Oya, perlu Sobat Piknik katahui bahwa suku Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal, di mana keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu. Sistem kekerabatan matrilineal ini berlaku sejak dulu kala sampai dengan sekarang. 

Sistem kekerabatan ini cukup langka dan hanya dianut beberapa etnis dunia di antaranya etnis Mosou Yunnan dan Sichuan China, etnis Kalash di wilayah lembah Chitral Pakistan, etnis Meghalaya di India, dan suku Negeri Sembilan Malaysia. Dan di Indonesia sendiri selain Suku Minangkabau, terdapat 4 suku yang menganut sistem kekerabatan matrilineal ini yaitu Suku Enggano Bengkulu, Suku Aneuk Jamee Aceh, Suku Petalangan dan Suku Sakai Riau.

Di museum ini juga terdapat diorama kehidupan nagari atau suatu komunitas adat suku Minangkabau. Nagari merupakan republik mini yang dipimpin oleh urang ampek jinih yang dipilih oleh anggota komunitas. Urang ampek jinih terdiri dari pangulu atau pemimpin adat, malin atau ulama, manti atau cendikiawan dan dubalang atau ahli keamanan.

Syarat suatu nagari harus memiliki basosorok bajurami atau batas kenagarian, balabauh batapian atau tempat pemandian umum seperti sungai atau kolam, barumah tanggo atau rumah untuk kehidupan rumah tangga, bakorong bakampuang atau paguyuban adat, basawah baladang atau area bercocok tanam, rankiang atau lumbung padi, lasuang atau lesung, kincia atau kincir air, bebalai bamusajik atau tempat musyawarah dan bapandam bapakuburan atau areal pemakaman umum.

Di lantai bawah Sobat Piknik dapat melihat berbagai khasanah koleksi pernak - pernik budaya masyarakat Minang. Di area ini terdapat sekitar 6.000 koleksi museum yang disusun berdasarkan jenis koleksi yaitu arkeologi, filologi, etnografi, geografi, historia dan keramologi. 

Di sini Sobat Piknik tidak perlu bingung akan koleksi yang dipajang. Karena setiap koleksi diberikan informasi singkat sehingga membantu Sobat Piknik untuk mengetahui koleksi yang Sobat Piknik amati.

Di ruang pamer ini Sobat Piknik dapat melihat koleksi sample batuan yang terkandung di perut bumi Sumatra Barat seperti mangan, timah, nikel, basal, trass, kwarsit, andesit dan kalkopirit yang memiliki peranan penting bagi pembangunan di Sumatra Barat. 

Di sini juga Sobat Piknik juga dapat melihat koleksi artefak jaman prasejarah Minangkabau seperti kapak batu, kapak lonjong, kapak pesegi, belincung serta perkakas dapur untuk pengolahan dan penghidangan masakan Minangkabau tempo dulu yang terkenal akan kelezatannya.

Sobat Piknik dapat juga melihat koleksi seperti arca peninggalan Kerajaan Dharmasraya, keramik asing dari China, Jepang dan Eropa. 

Selain itu Sobat Piknik dapat melihat koleksi alat musik tradisional Sumatera Barat, aneka taxidermi fauna hingga aneka perhiasan yang biasa dipakai dalam acara adat pernikahan Minangkabau yang terkenal rumit dan terkesan mewah.

Bangsa Indonesia mulai mamasuki periode sejarah dengan mengenal tulisan semenjak adanya hubungan dengan India. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan banyaknya prasasti beraskara palawa di Bumi Nusantara. 

Di ranah Minang atau di museum Adityawarman sendiri menyimpan prasasti Saruaso yang menceritakan pentasbihan Raja Adityawarman pada tahun 1296 saka.

Museum ini juga memajang replika arca Bhairwa dan Amoghapasa peninggalan Kerajaan Dharmasraya. Arca Amoghapasa adalah pemberian Raja Singosari Kertanegara untuk Raja Dharmasraya Tribhuwanaraja. Arca Awalokiteswara adalah perwujudan Boddhisatwa yang melambangkan sifat welas asih.

Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa dalam kitab Pararaton menyebutkan Adityawarman adalah anak dari Dara Jingga, putri Tribhuwanaraja yang semula akan dinikahkan dengan Raja Kertanegara. Namun pernikahan itu batal karena Kerajaan Singosari telah runtuh. Versi lain mengatakan bahwa Adityawarman adalah putra dari pernikahan Dara Jingga dan Raden Wijaya, raja pertama Kerajaan Majapahit.

Adityawarman juga memiliki hubungan dekat dengan Raja Jayanegara, Raja Majapahit sesudah Raden Wijaya, dan dipercaya menjadi duta Majapahit untuk melakukan negosiasi damai dengan Kerajaan Mongol. 

Adityawarman jugalah yang meletakkan Arca Manjusri yang merupakan perwujudan Boddhisatwa yang melambangkan kebijaksanaan di Candi Jago Malang sebagai tanda penghormatan kepada leluhurnya. 

Adityawarman meninggalkan Kerajaan Majapahit setelah Jayanegara meninggal dan menjadi Raja di Kerajaan Dharmasraya. Padahal saat itu kedudukannya di Kerajaan Majapahit cukup tinggi.

Di ruangan lain dalam Museum Adityawarman juga memajang miniatur rumah gadang lengkap dengan pembagian ruangnya. Hal unik yang dapat Sobat Piknik ketahui di sini adalah bahwa anak lelaki Minangkabau jaman dulu tidak memiliki kamar sendiri seperti saat ini. 

Anak lelaki harus tidur di surau untuk belajar ilmu agama dan pencak silat. Sedangkan anak perempuan harus tinggal di rumah untuk belajar memasak, menenun kain dan berpantun agar dapat mengajarkan tentang nilai - nilai kehidupan pada anak - anak mereka nanti dengan cara yang tidak membosankan. 

Inilah harta pusaka tertinggi Masyarakat Minang dalam memegang teguh petuah adat sebagai filosofi hidup mereka. 

Hebat kan ya orang Minang jaman dulu Sobat Piknik ?! Orang Minang jaman sekarang juga hebat karena masih tetap pandai berdagang ! Hehehe...


Selesai sudah piknik kali ini. Yuks, kunjungi Kota Padang untuk mengenal kebudayaan Minangkabau lebih dekat. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...


Pesan moral :
  1. Tujuan pendirian museum Adityawarman sebagai wadah untuk menyimpan warisan benda bersejarah dan budaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan arsip perkembangan budaya Minang agar tidak hilang sangat patut di aprsesiasi dan ditiru dareah lain sebagai penghormatan kepada leluhurnya.
  2. Belajar dari kisah Raja Adityawarman yang meninggalkan kampung halaman di Majapahit yang sedang berjaya mengingatkan kita akan sifat orang minang yang berani ambil resiko untuk menjadi mandiri dengan cara merantau.

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengunjungi Etalase Budaya Lampung

Seminggu di kota Bandar Lampung. Diisi kesibukan dengan kerja, kerja dan kerja. Pulang kantor hanya diisi dengan cari kuliner malam ditemani driver ojek online dan nongkrong di tugu Adipura.  Kenapa nongkrong di situ ? Ya, karena kebetulan hotel tempat Travelista menginap ada di sekitar tugu tersebut. Hehehe... Seminggu sudah waktu berlalu, tiket balik ke Jakarta sudah dibooking dengan jadwal penerbangan sore hari. Masih ada sedikit waktu untuk mencari oleh – oleh khas Lampung dan berkunjung ke spot wisata di tengah kota agar tidak terlambat ke bandara.   Yuks, segera bergegas cari oleh - oleh khas. Kalau di Lampung, ya apalagi kalau bukan keripik pisang.  Salah satu sentra penjualan keripik pisang di kota Bandar Lampung terdapat di jalan Pagar Alam Kedaton. Di Sepanjang jalan ini, Sobat Piknik akan dengan mudah menemui kedai penjual keripik pisang yang sudah dibungkus maupun dalam keadaan curah.  Satu hal yang membuat asik belanja di sini adalah Sobat Piknik dapat mencicipi se

Berwisata Sambil Belajar di Jatim Park 1

Belajar tak kenal usia. Ya begitulah kira – kira ungkapan mengenai pentingnya menuntut ilmu walau ia tak salah. Hehehe...  Kali ini Travelista akan berwisata sambil belajar.  Seperti biasa, Travelista naik angkot dari kota Malang ke terminal Arjosari dengan rute ADL (Arjosari – Dinoyo – Landungsari). Sesampainya di terminal Landungsari, Travelista teruskan dengan angkot rute BJL (Batu – Junrejo / Tlekung – Landungsari) yang berwarna kuning muda. Travelista pilih yang BJL karena trayek nya melalui Batu Night Spectacular - Batu Secret Zoo – Jatim Park 2 – Oro oro Ombo - Dewi Sartika Atas – terminal Batu. Tuh, banyak objek wisata yang dilalui kan ?!   Dari perempatan jalan Dewi Sartika Atas, Sobat Piknik dapat berjalan sekitar 500 meter menuju museum Bagong dan Jatim Park 1. Kata sopirnya sih kalau penumpangnya banyak, dia mau antar sampai ke depan Jatim Park 1 dengan menambah ongkos Rp 2.000. Oya, ongkos dari kota Malang ke terminal Arjosari adalah Rp 4.000 dan ongkos dari termi

Mengunjungi Sisa Situs Candi Hindu di Pulau Kalimantan

Kali ini Travelista sedang berada di Kota Amuntai yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sebuah kawedanan yang sudah terbentuk sejak jaman hindia belanda bahkan sudah dikenal sejak jaman kerajaan Hindu Majapahit yang melakukan ekspansi ke seluruh Nusantara. Dengan luas sekitar 291 km² kota Amuntai cukup ramai terutama di sepanjang jalan A Yani dan Norman Umar yang merupakan pusat pemerintahan, tidak jauh dari aliran sungai Tabalong yang pernah menjadi urat nadi transportasi Amuntai jaman dulu. Kini bantaran sungai Tabalong kota Amuntai ditata lebih rapi dengan menghadirkan tugu itik Alabio sebagai ikon kota. Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa Amuntai identik dengan itik Alabio yang bernama latin Anas Plathycus Borneo. Fauna endemik yang berasal dari desa Mamar Amuntai Selatan yang banyak dijajakan di pasar unggas Alabio. Photo by : Siran Masri Photo by : Henker Dari tugu itik Alabio, Travelista teruskan berjalan menuju jalan Batung Batulis untuk mengunjungi situs candi Hind