Melintas jalan Jatinegara Kaum,
terdengar suara azan. Segera Travelista mencari masjid terdekat untuk
menunaikan sholat dzuhur. Menoleh ke seberang jalan terlihat sebuah bangunan
sumber suara azan yang Travelista dengar. Sekilas nampak bukan seperti masjid
pada umumnya karena tidak terlihat lahan parkir dan juga kubah.
Memasuki ruang masjid Assalafiyah nampak
sepi mungkin ini ada kaitanya dengan dampak pandemi. Segera Travelista ambil
wudhu dan memasuki ruang masjid karena iqomah sudah terdengar. Dari tampilan
dalam terlihat bentuk ruang yang memanjang dengan terdapat empat buah tiang
penyangga dengan formasi persegi yang mengingatkan pada ciri khas masjid tua
hasil pemugaran yang pernah Travelista kunjungi.
Menoleh ke luar jendela, nampak masjid
ini dikelilingi oleh makam yang sekilas Travelista lihat tertulis
gelar Rd atau Raden pada batu nisannya. Hmmm… Semakin jadi penasaran dengan
sejarah masjid ini. Kenapa bisa banyak Raden yang dimakamkan di sini ?!
Setelah menunaikan sholat dzuhur, bergegas
Travelista ke area makam yang tadi dilihat dari dalam ruang masjid. Dari
selasar masjid terdapat sebuah akses menuju area pemakaman dengan nampak jelas
sebuah pendopo di bawah pohon besar di kelilingi makam dengan nisan para Raden.
Penasaran dengan siapakah tokoh yang
dimakamkan di sana ?! Segera Travelista ucapkan salam sebagai penghormatan
kepada penghuni kubur. Terpampang sebuah papan informasi tentang status benda
cagar budaya dan prasasti dari pemda DKI dan pangdam Jayakarta yang
menginfomasikan tokoh yang dimakamkan di dalam pendopo.
Terdapat lima makam di pendopo
berukuran sekitar 10 x 10 meter ini yaitu milik Pangeran Achmad Djakerta, Pangeran
Lahut, Pangeran Soeria, Pangera Sagiri dan istrinya yang bernama Ratu Rapi'ah.
Konon komplek pemakaman ini baru
dibuka untuk umum pada tahun 1956 setelah sekian lama dirahasiakan oleh ahli
warisnya. Makamnya kemudian dipugar menjadi Taman Pangeran Jayakarta oleh
Gubernur Ali Sadikin ditahun 1968 dan menjadi cagar budaya pada tahun 1993.
Hingga saat ini masih menjadi perdebatan
sejarah tentang tokoh yang bergelar Pangeran Jayakarta ini. Apakah merupakan
nama tokoh ataukah gelar yang disandang oleh tokoh yang memimpin kota Jayakarta
yang kelak menjadi nama kota Jakarta ? link sumber : makam di sisi masjid perlawanan.
Perlu Sobat Piknik ketahui,
berdasarkan sumber sejarah mengakatakan bahwa ibukota negara saat ini beberapa
kali mengalami pergantian sebutan atau nama mulai dari Sunda kalapa di era
kerajaan Pajajaran hingga tahun 1527, Jayakarta yang terhitung pada 22 juni
1527 saat Fatahillah dari kerajaan Demak menaklukkan Sunda Kelapa yang
merupakan kekuasaan kerajaan Pajajaran yang bersekutu dengan Portugis hingga Jan
Pieterszoon Coen kemudian mengubah nama Jayakarta menjadi Koninkrijk Jacatra
atau Kerajaan Jakarta pada 12 Maret 1619 sesuai dengan nama yang tertulis dalam
dokumen portugis yang menyebut Jayakarta dengan Xacatara hingga pada tanggal 4
maret 1621 pemerintah VOC resmi menyebut dengan nama Batavia dan kemudian jepang
menggantinya dengan sebutan Jakarta pada tahun 1942 hingga saat ini. link sumber : nama Batavia diresmikan.
Tentang keberadaan makam Pangeran Jayakarta pun masih menjadi perdebatan
sejarah karena ada yang mengatakan di daerah Serang, Mangga Besar Kota dan
Jatinegara Kaum yang Travelista kunjungi ini.
Begitu pula perihal Pangeran Achmad
Djaketra yang dihubungkan dengan asal usul nama Jakarta. Konon ia merupakan
pemimpin ke empat kota Jayakarta setelah Fatahilah, Pangeran Tubagus Angke dan
Pangeran Jayawikarta. Para pemimpin kota Jayakarta tersebutlah yang menyadang
nama yang sama yaitu Pangeran Jayakarta.
Sejarah Pangeran Jayakarta ke empat
atau Achmad Djaketra bisa bermukim di Jatinegara Kaum karena saat pasukan VOC di
bawah komando Jan Pieterszoon Coen membumihanguskan keraton Jayakarta yang
konon letaknya kini di sekitar terminal angkot Kota Tua pada tanggal 30 Mei
1619.
Namun Pangeran Jayakarta berhasil
meloloskan diri dari kepungan pasukan VOC. Dalam perjalanan hijrah agar
terhidar dari kejaran pasukan VOC, Pangeran Jayakarta melepas jubah dan serban
yang selalu dikenakannya dan melemparkan ke dalam sebuah sumur di Kawasan
Mangga Dua. Pasukan VOC segera memberondongkan peluru ke dalam sumur dan merasa
telah membunuh Pangeran Jayakarta.
Dari masjid ini Pangeran Achmad
Djaketra melakukan gerilya melawan VOC hingga akhir hayatnya. Ia meninggal pada
tahun 1640 dan dimakamkan di dekat masjid yang didirikannya.
Untuk merahasiakan identitasnya, Pangeran
Jayakarta berwasiat kepada pengikut dan keturunannya untuk tidak memberitahukan letak makamnya kepada
siapa pun selama VOC masih berkuasa. Tak heran jika makamnya baru diketahui
pada tahun 1956 oleh umum atau lebih dari tiga abad sejak Pangeran Jayakarta ke
empat meninggal.
Pemugaran makam Pangeran Jayakarta
dilakukan pada tahun 1968 oleh gubernur DKI Ali Sadikin kemudian oleh gubernur
DKI Suryadi Soedirdja pada tahun 1993 dan menetapkannya sebagai benda cagar
budaya.
Dan di sini pula keturunan Pangeran
Achmad Djaketra banyak dimakamkan. Menurut Travelista inilah masjid tua di
Jakarta yang paling banyak dikelilingi makam.
Selesai sudah pencarian pemilik nama Jakarta. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan
moral :
Lebih dari tiga abad identitas
Pangeran Achmad Jaketra dirahasiakan oleh para pengikut dan keturunannya. Hal
ini mengajarkan kita akan arti sebuah amanah. Travelista jadi merenung,
bukankah hidup ini juga sebuah amanah dari Tuhan untuk menjadi al insan sebelum
kembali dipanggil pulang ? Amanah dari orang – orang yang sudah percaya kepada
kita ! Semoga kita semua bisa menjaga amanah yang telah dititipkan kepada kita.
Aamiin…
Komentar
Posting Komentar