Langsung ke konten utama

Berziarah ke Makam Habib Penentu Tanggal Kemerdekaan Indonesia

Bertepatan dengan bulan Ramadhan, berwisata religi ke masjid tua untuk beritikaf atau berziarah merupakan hal yang baik untuk instrospeksi motivasi diri agar tetap dalam koridor kebenaran yang hakiki. Di awal bulan Ramadhan tahun ini, Travelista sempatkan berwisata religi ke masjid Al Riyadh Kwitang Pasar Senen.

Masjid yang berada di pemukiman padat penduduk ini bermula dari sebuah surau berbentuk panggung yang diberi nama Al Makmur. Konon surau Al Makmur terbakar, kemudian Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi menggantikannnya dengan mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Khuwatul Ummah yang berarti kekuatan umat di tahun 1938.

Setelah beberapa kali  mengalami pemugaran. Di tahun 1963 nama masjid Khuwatul Ummah diganti menjadi Al Riyadh yang berarti taman surga oleh Habib Ali. Konon awalnya setelah pemugaran selesai, Presiden Soekarno berencana meresmikan dan memberikan nama baru untuk masjid yang dikenal dengan nama Masjid Kwitang ini. Namun karena situasi politik saat itu yang tidak memungkinkan, maka rencana tersebut tidak terealisasi.

Bangunan masjid berwarna putih tidak terlalu besar namun bangunan dua lantai ini terkesan cukup megah. Dari depan gerbang utama, di sebelah kiri terdapat sebuah bedug yang masih digunakan sebagai penanda waktu adzan dan di sebelah kanan terdapat tempat wudhu.

Sejarah Masjid Al Riyadh Kwitang
Sejarah Masjid Al Riyadh Kwitang
Sejarah Masjid Al Riyadh Kwitang
Masjid Al Riyadh merupakan saksi bisu para pejuang kemerdekaan Indonesia meminta nasehat dalam mengambil keputusan penting kepada Habib Ali di antaranya adalah Ir Soekarno yang meminta nasehat dalam menentukan hari dan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia.

Masjid kwitang tempo dulu
Source : facebook sejarah dunia

Konon saat Ir Soekarno bebas dari penjara Sukamiskin Bandung pada tahun 1931. Ir Soekarno dijemput oleh keluarga dan sahabat di antaranya adalah MH Thamrin yang kemudian mengajak Ir Soekarno tinggal di Batavia. Sewaktu tinggal Batavia MH Thamrin mengajak Ir Soekarno mengikuti pengajian Habib Ali di Kwitang. Itulah permulaan kedekatan Ir Soerkarno dengan Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi.

Sekembalinya dari Rengasdengklok Ir Soekarno merumuskan naskah Proklamasi di rumah laksamana Maida di jalan Imam Bonjol hingga menjelang sahur. Setelah waktu subuh Ir Soekarno menyempatkan diri ke Kwitang menemui Habib Ali untuk meminta doa restu membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sehingga pembacaan proklamasi yang semula dijadwalkan pagi hari tertunda hingga jam 10. 

Kisah kedekatan Bung Karno dengan Habib Ali Kwitang
Source : www.nusagates.com

Hari jumat tanggal 17 Agustus 1945 masehi bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 hijriah jam 10 dibacakan proklamasi oleh Ir Soerkarno sekaligus pengibaran bendera merah putih sebagai simbol kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajah.

Kisah kedekatan Bung Karno dengan Habib Ali Kwitang
Kisah kedekatan Bung Karno dengan Habib Ali Kwitang
Source : www.wikipedia.org

Berselang dua jam setelah dibacakannya proklamasi kemerdekaan oleh Ir Soekarno. Habib Ali mengumumkan kepada jamaah sholat jum’at di masjid Kwitang. “Bahwa negara ini telah diproklamirkan kemerdekaannya”. Habib Ali memerintahkan agar seluruh umat Islam memasang bendera merah putih di rumah dan kampung masing -  masing. sebagai simbol negara ini telah merdeka.

Pengumuman dari Habib Ali menyebar cepat dikalangan ulama di antaranya adalah Guru Mansur dari Sawah Lio yang langsung memasang bendera merah putih di atas menara masjidnya sehingga ditahan oleh tentara jepang. 

Memasuki ruang Masjid Al Riyadh terasa teduh. Keramik dan cat berwarna putih membuat masjid bersejarah ini terpancar terang. Tak jarang masjid pun dijadikan tempat beristirahat Sobat Piknik yang melintas kawasan Kwitang.

Makam habib di masjid al Riyadh Kwitang
Makam habib di masjid al Riyadh Kwitang
Di sisi selatan masjid terdapat keran air yang bersumber dari sumur yang konon dibuat oleh Habib Ali untuk berwudhu yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi lahir di kampung Kwitang tanggal 20 April 1870 ayahnya adalah Habib Abdurrahman atau yang dikenal sebagai Habib Cikini yang juga merupakan ipar dari Raden Saleh sang maestro lukis Indonesia. 

Habib Ali menjadi yatim saat masih kecil. Di usia 12 tahun Habib Ali berangkat ke Hadramaut untuk belajar ilmu agama yang dilanjutkan ke tanah suci dan kembali ke tanah air pada tahun 1889 lalu diteruskan belajar ilmu agama kepada sejumlah Habib di Jakarta, Bogor, Pekalongan, Surabaya, Bangil dan Bondowoso sebelum akhirnya memulai syiar agama di tempat kelahirannya.

Dengan keilmuannya Habib Ali menjadi pioneer dalam mempopulerkan sistem majelis taklim di Indonesia. Melalui Islamic Center di Kwitang yang selalu dihadiri ribuan jamaah menjadi cikal bakal majelis taklim lainnya.

Habib Ali wafat pada 13 Oktober 1968 makamnya ada di sebuah ruang sisi selatan Masjid Al Riyadh. Di dalamnya juga dimakamkan putranya yang bernama Habib Abdurrahman, Habib Muhammad dan menantunya Syarifah Ni’mah. 

Makam siapa saja di masjid Al Riyadh kwitang
Makam Habib Ali Al Habsy Kwitang





Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...


Pesan moral :
Betapa indahnya saat ulama (pemuka agama) dan umaro (pemerintah) saling mengisi peran dalam menjaga dan memanjukan negeri. Nasihat pemuka agama menjadi pedoman, motivasi kebenaran hakiki serta sumber keberanian bagi pemerintah dalam menjalankan perannya untuk membawa negeri mencapai cita - cita pendirian NKRI yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Melihat Miniatur Kalimantan Selatan di Dalam Sebuah Museum

Berkunjung ke museum sebelum melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya adalah hal yang bijak di tengah keterbatasan waktu sambil menunggu penerbangan. Di sela waktu tunggu kali ini Travelista sempatkan untuk mengunjungi museum Lambung Mangkurat yang terletak di jalan Ahmad Yani Kota Banjar Baru. Pertama kali didirikan pada tahun 1907 oleh pemerintahan hindia belanda untuk menyimpan temuan artefak purbakala di Kalimantan Selatan dengan nama museum Borneo namun fungsinya dihentikan saat tentara jepang mulai menduduki Kalimantan Selatan. Borneo museum in Bandjarmasin 1907 koleksi Tropen Museum Pada tanggal 22 Desember 1955 dengan koleksi barang - barang pribadi miliknya. Amir Hasan Kiai Bondan mencoba menghidupkan kembali museum Borneo yang diberi nama museum Kalimantan. Pada tahun 1967 bangunan museum dipugar dan diberi nama museum Banjar hingga dibangun gedung museum baru bergaya rumah Bubungan Tinggi modern yang diberi nama Lambung Mangkurat dan diresmikan kembali oleh Mendikbud D...

Jelajahi Tubuhmu Sendiri di Museum Ini

Meneruskan piknik yang masih belum tuntas saat mengunjungi Jatim Park 1. Kali ini Travelista berkunjung ke The Bagong Adventure. Museum anatomi pertama di Indonesia dan terbesar se Asia Tenggara ini terletak tepat di seberang Jatim Park 1. Bangunan berbentuk tokoh pewayangan Bagong ini memiliki luas sekitar 3,5 hektar menampilkan relief dan replika organ tubuh kita. Dengan harga tiket Rp 40.000 pada saat weekday dan Rp 60.000 pada saat weekend dapat dikunjungi dari jam 8.30 - 17.00 WIB. Ayo ! Kita masuk ke dalamnya. Zona pertama yang akan Sobat Piknik masuki adalah zona gigi. Di zona ini Sobat Piknik seolah diajak berjalan di dalam rongga mulut untuk belajar tentang fungsi masing - masing bagian gigi dan lidah. Memasuki zona selanjutnya yaitu zona telinga. Sobat Piknik dapat menyaksikan replika bagian dalam telinga, mulai dari gendang hingga rumah siput. Yang lebih menarik adalah replika tersebut bisa bergerak menirukan cara telinga bekerja ! Seru, kan ?! ...

Berziarah ke Makam Sunan Penjaga Aliran Kepercayaan

Dari masjid Menara Kudus perjalanan Travelista teruskan ke masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak . Setibanya di Kadilangu, Travelista langsung menunaikan sholat Ashar di langgar atau musolah yang dibangun oleh Sunan Kalijaga sebelum masjid Agung Demak berdiri. Konon arsitektur masjid Agung Demak diilhami oleh bentuk joglo langgar yang didirikan oleh Sunan Kalijaga dengan atap limasan bersusun tiga yang melambangkan iman, Islam dan ihsan serta empat pilar kayu jati sebagai soko guru. Seiring bertambahnya jamaah pada tahun 1564, Pangeran Wijil yang juga diyakini sebagai putra Sunan Kalijaga merenenovasi langgar menjadi masjid. Dan pada tahun 1970 dilakukan renovasi total namun tetap memepertahankan bangunan asli yang berukuran 10 x 16 meter persegi dengan soko guru masjid yang masih dapat Sobat Piknik lihat di bagian dalam bangunan masjid. Masjid sunan kalijaga tahun 1910 Source : universiteitleiden.nl Photo by : Eko Pujiono Setelah menunaikan sholat Ashar, Travelista teruskan be...