Langsung ke konten utama

Menanti Golden Sunrise di Puncak Sikunir

Pagi buta Travelista sudah bangun, cuci muka pakai air es agar mata cerah dan tetap terjaga. Tadinya rada ga yakin mau keluar kamar karena suhu di luar pasti dingin sekali dan ngantuk pula karena habis begadang bersama Sobat Piknik. Enakan meluk guling. Hehehe... 

Tapi pas buka gorden jendela, di luar ramai sekali ! Jalanan pun macet ! Wah, ada apa yah ?! Ternyata mereka mau ke puncak Sikunir. Karena homestay tempat Travelista menginap tidak terlalu jauh dengan kaki gunung Sikunir hanya berjarak 2 km, maka Travelista putuskan untuk berjalan kaki saja, lagi pula jalan beramai – ramai tidak akan terasa lelah. Tapi kalau di Jakarta di suruh jalan 2 km ?! Eitsss ! Mending naik ojek online, apalagi ada promo atau bayar pakai poin. Hehehe...

Hamparan lahan pertanian terlihat samar dalam gelap, udara dingin menusuk ? Itu pasti ! Tapi milky stars Dieng yang mempesona akan membuat Sobat Piknik lupa bahwa sedang berjalan dini hari di dataran tinggi. Tapi sayang, Travelista tak bisa mengabadikan milky stars dengan kamera yang Travelista punya. Hmmm...

Jarak dari kaki gunung ke puncak Sikunir adalah sekitar 800 m yang dapat ditempuh sekitar 30 menit. Sepanjang jalan menunju puncak banyak terdapat banyak penjual makanan dan minuman yang dapat Sobat Piknik beli untuk mengisi perut. Harganya pun harga normal ! Tak seperti harga yang ditawarkan di beberapa tempat wisata yang pernah Travelista kunjungi. #Itubagusbuatpariwisata !

Napaki anak tangga dalam pencahayaan yang terbatas dengan kepadatan antrian pendaki, membuat perjalanan menuju puncak Sikunir menjadi memorable banget. Atur nafas agar tenaga konstan sampai ke puncak dan juga turunnya nanti. Jangan lupa beristirahat sejenak jika sudah terasa lelah, tapi jangan terlalu lama. Karena kita berkejaran dengan momentum sunrise di puncak sana.

Semburat sang fajar mulai terlihat, background gelap menjadi sebuah shilhouette yang menakjubkan. Sebentar lagi kita akan menjadi saksi golden sunrise di puncak Sikunir. Segera siapkan kamera yang Sobat Piknik punya dan jangan lupa sambil ngemil makanan yang dibeli tadi. Tapi jangan buang sampah sembarangan ya ! Hehehe…

Matahari sudah mulai naik, gurat kabut mulai sirna. Tapi Sobat Piknik jangan langsung turun dulu ! Selain tangga turunya antri, lebih baik Sobat Piknik photo hunting atau menikmati keindahan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang ada di seberang Gunung Sikunir.

Selesai sudah, menikmati golden sunrise di puncak Sikunir, kini saatnya kembali ke homestay untuk prepare ke tempat wisata lainnya di kawasan Dataran Tinggi Dieng ini.



Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengunjungi Sisa Situs Candi Hindu di Pulau Kalimantan

Kali ini Travelista sedang berada di Kota Amuntai yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sebuah kawedanan yang sudah terbentuk sejak jaman hindia belanda bahkan sudah dikenal sejak jaman kerajaan Hindu Majapahit yang melakukan ekspansi ke seluruh Nusantara. Dengan luas sekitar 291 km² kota Amuntai cukup ramai terutama di sepanjang jalan A Yani dan Norman Umar yang merupakan pusat pemerintahan, tidak jauh dari aliran sungai Tabalong yang pernah menjadi urat nadi transportasi Amuntai jaman dulu. Kini bantaran sungai Tabalong kota Amuntai ditata lebih rapi dengan menghadirkan tugu itik Alabio sebagai ikon kota. Perlu Sobat Piknik ketahui bahwa Amuntai identik dengan itik Alabio yang bernama latin Anas Plathycus Borneo. Fauna endemik yang berasal dari desa Mamar Amuntai Selatan yang banyak dijajakan di pasar unggas Alabio. Photo by : Siran Masri Photo by : Henker Dari tugu itik Alabio, Travelista teruskan berjalan menuju jalan Batung Batulis untuk mengunjungi situs candi ...

Berziarah ke Makam Kakek Pendiri Kesultanan Banjar

Biasanya Travelista menuju Kantor Cabang di Provinsi Kalsel bagian hulu melalui jalan kota Martapura. Tapi karena terjadi kemacetan, Travelista dibawa Personil cabang melintasi kota Martapura via jalan tembus yang membelah perkebunan sawit yang belum terlalu rimbun. Sambil menikmati pemandangan perkebunan sawit, mata Travelista tertuju pada papan petunjuk yang tadi terlewat. Segera Travelista meminta Personil cabang putar balik untuk singgah sejenak di tempat yang ternyata makam Pangeran Sukamara. Area pemakaman cukup luas dan kelihatannya sih, masih banyak yang belum ditempati #jadibingungmaksudkatabelumditempati? Hehehe… Karena udara luar cukup terik, maka segera Travelista menuju cungkup makam Pangeran Sukarama yang di design layaknya sebuah langgar.  Terdapat cukup banyak makam warga yang dikebumikan di area depan dan belakang makam Pangeran Sukarama yang berada di dalam ruang bersama dua makam pangeran yaitu Pangeran Angsana dan Pangeran Jangsana yang tertulis wafat tahun 1322...

Upaya Melestarikan Budaya Asli Jakarta

Di kota modern seperti Jakarta dengan proyek pembangunan kota yang tanpa henti tentu menarik untuk mengetahui kebudayaan aslinya. Lalu pertanyaannya adalah. “ Di mana kita dapat menemukan kehidupan dan budaya warga asli Jakarta saat ini ? ” Sempat tersentralisasi di kawasan Condet, Jakarta Timur yang ditetapkan sebagai cagar budaya Betawi oleh gubernur Ali Sadikin sejak tahun 1974. Namun konsep pembangunan tak terkendali di kawasan Condet menyebabkan kekhasan sebagai cagar budaya Betawi sirna. Sehingga cagar budaya Betawi dipindahkan ke S etu Babakan, Jakarta Selatan pada tahun 2001 oleh gubernur Sutiyoso. Menempati lahan sekitar 289 hektar. Setu Babakan dibagi menjadi beberapa zona edukasi untuk mengenalkan kebudayaan dan kehidupan suku Betawi. Tidak ada tarif yang dikenakan untuk masuk ke perkampungan budaya Setu Babakan. Sobat Piknik hanya cukup membayar parkir kendaraan saat memasuki area danau. Rindang pepohonan, semilir angin dari arah danau dan sesekali terdengar percakapan dala...