Langsung ke konten utama

Kesunyian di Kaki Gunung Semeru

Ke mana kita piknik ? Sekali - kali pakai motor lah. Biar kaya biker gitu. Hehehe… Berhubung masih dibermukim di kota Malang. Pilihannya terbelah antara touring ke pantai selatan yang berjarak lebih kurang 70 km dari tempat Travelista tinggal atau explore kota Batu yang berjarak lebih kurang 30 km ?

Setelah melakukan joint riset dengan Mbah google terkait spot piknik yang hendak dituju. Pilihannya seketika berubah saat Sobat Travelista datang menjemput. Tujuan touringnya jadi ke ranu Kumbolo. Wah, belum sempat riset nih.

Berbekal google map dan daya ingat Travelista waktu ikut open trip ke Bromo beberapa waktu yang lalu. Jarak dari tempat Travelista tinggal ke ranu Kumbolo adalah 33 km. Tidak jauh beda dengan jarak ke kota Batu. Touring pun dimulai ! Arah terdakat menuju taman nasional Bromo Tengger Semeru adalah melalui Tumpang. 

Setelah melalui tanjakan dan tikungan maut lebih kurang selama satu jam. Akhirnya Travelista sampai di pos masuk kawasan taman nasional Bromo Tengger Semeru yang ada di Ngadas. Di tempat ini Sobat Piknik harus membeli tiket masuk. 

Saat weekday harga tiket yang dikenakan adalah Rp 27.500 untuk Sobat Piknik Nusantara dan Rp 220.000 untuk Sobat Piknik Mancanegara. Namun saat weekend harga tiket yang dikenakan adalah Rp 35.500 untuk Sobat Piknik Nusantara dan Rp 320.000 untuk Sobat Piknik Mancanegara. Serta ada biaya Rp 5.000 bagi Sobat Piknik yang membawa kendaraan roda 2 dan Rp 10.000 untuk kendaraan roda 4.

Oya, ada biaya tambahan Rp 1.500 bagi Sobat Piknik yang datang dengan menunggang kuda dari tempat domisili dan Rp 2.000 bagi yang mengedarai sepeda. Wah, bisa kena wasir dan betis naik tuh kalau menunggang kuda atau mengendarai sepeda dengan medan yang seperti ini. Naik motor saja sering hilang momentum sehingga nggak kuat nanjak. Apa lagi naik sepeda. Hmmm… 

Setelah menyelesaikan proses administrasi, perjalanan Travelista teruskan dengan menyusuri jalan yang berliku di tepi jurang. Harus konsentrasi dan butuh tenaga yang prima untuk menaklukkan medan seperti ini. Kalau hilang konsentrasi sehingga lupa narik pegas rem. Ya pilihannya kalau nggak ke kanan ya ke kiri. Hehehe…

Oya, sebagai informasi tambahan. Kalau ke taman nasional Bromo Tengger Semeru sangat disarankan tidak menggunakan motor jenis matic yah. Karena, cukup sering terjadi kecelakaan pada pengendara motor jenis ini. Sebab transmisi matic tidak bisa membantu sistem pengereman saat Sobat Piknik menuruni jalan yang curam. 
Setelah menempuh jarak lebih kurang 7 km dari loket yang ada di Ngadas. Sobat Piknik akan sampai di pertigaan Jemplang. Dari pertigaan ini Sobat Piknik ambil arah ke kanan. Sebab kalau ambil arah kiri Sobat Piknik akan menuju bukit Teletubbies Bromo.

Dari spot Jemplang ini Sobat Piknik dapat melihat bukit Teletubbies dari ketinggian. Nampak berdebu atau berkabut #tergantungmusim. Hehehe…

Oya, kawasan taman nasional Bromo Tengger Semeru ini dihuni oleh suku Tengger yang mayoritas memeluk agama Hindu. Jadi tak heran jika di sini akan banyak ditemui altar sesajen yang dipersembahkan untuk Dewata.

Dan akhirnya Travelista sampai di tapal batas desa Ngadas dengan desa Ranupani. Salah satu desa tertinggi di Indonesia yang merupakan desa terakhir menuju pendakian gunung Semeru.

Perjalanan menuju desa Ranupani masih memerlukan waktu lebih kurang 7 km lagi dengan melalui jalan tanah berbatu. Desa yang memiliki luas 35,75 km² ini, sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani dan pemandu wisata di kawasan taman nasional Bromo Tengger Semeru. Maka tak heran jika pemanfaatan lahan di sekitar desa sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian khususnya sayuran holtikultura.

Kini Travelista tiba di pos pendaftaran pendakian ke gunung Semeru. Semua calon pendaki harus melakukan registrasi dan pembekalan materi di pos ini. 

Banyak syarat yang harus dipenuhi oleh para calon pendaki. Salah satunya adalah membawa turun kembali sampah dari tempat pendakian untuk menebus jaminan kartu identitas yang disimpan di pos pendakian Ranupani ini. Hmmm, syarat yang cerdas dari pengelola taman nasional Bromo Tengger Semeru untuk menjaga kelestarian dan kebersihan alam gunung Semeru.

Tiket wisata untuk mendaki gunung Semeru bagi Sobat Piknik Nusantara pada saat weekday adalah Rp 17.500 dan Rp 22.500 pada saat weekend. Sedangkan untuk Sobat Piknik Mancanegara pada saat weekday adalah Rp 207.500 dan Rp 307.500 pada saat weekend.

Setelah tanya – tanya dengan orang – orang yang ada di sekitar pos Ranupani. Ternyata Ranu Kumbolo itu ada di jalur pendakian Gunung Semeru dan harus ditempuh dengan berjalan kaki lebih kurang 5 jam dari pos ini. Wah kurang riset nih. Hehehe…
 
Berhubung tidak ada persiapan sama sekali untuk mendaki, ya sudah tujuan dialihkan ke spot pikinik lain yang bisa dikunjungi di kawasan ini dengan percuma alias gratis. Hehehe…

Untuk Sobat Piknik yang berkunjung ke sini tidak perlu khawatir akan kelaparan jika tidak perbekalanan. Banyak tersedia kedai dan penjual makanan kok di desa yang berada di ketinggian 2.100 mdpl ini. Harganya pun harga normal. Beda seperti penjual makanan di sekitar tempat piknik di kota besar yang suka matok harga yang bikin kapok.

Setelah perut terisi, mari kita nikmati spot eksotis yang ada di sini. Tujuan antaranya adalah Ranu Regulo. Ranu itu sendiri artinya danau. Saat menuju Ranu Regulo, ada satu spot yang membuat Travelista penasaran. Yaitu hamparan rumput yang luas yang berselimut kabut.

Setelah Travelista amati lebih dekat, ternyata ini bukanlah padang rumput seperti yang Travelista kira. Ini adalah Ranupani yang nyaris hilang itu. Ranu ini mengalami pendangkalan akibat erosi yang berkepanjangan. Sebagai dampak alih fungsi lahan perbukitan menjadi lahan pertanian. Fungsi pepohonan besar untuk menahan pengikisan tanah tak mampu digantikan oleh tanaman holtikultura. Selain itu banyaknya pendaki maupun pengunjung yang membuang sampah sembarangan itu menyumbang rusaknya ekosistem di ranu ini. Hmmm… Begitulah analisa singkat Travelista. Hehehe…

Perjalanan Travelista teruskan menuju ranu berikutnya yaitu Ranu Regulo. Dibutuhkan waktu sekitar 5 menit berjalan kaki dari Ranupani ke Ranu Regulo menyusuri jalan setapak yang dibentengi oleh tanaman perdu dan aral melintang, membuat kesan tersendiri menunju ranu yang memilik luas sekitar 0,75 ha.

Setelah menyusuri jalan setapak, tibalah Travelista di Ranu Regulo. Sebuah ranu yang sangat tenang dan relatif sepi karena letaknya sedikit tersembunyi dari pemukiman Penduduk dan jalur pendakian. Dengan ketinggian 2100 mdpl, suhu udara di sini tercatat minus 4 - 25 derajat celcius. Hmmm, lumayan dingin kan !?

Ranu yang berselimut kabut, pepohonan hijau yang meneduhkan, rerumputan yang memberi warna segar serta suara serangga yang saling bersautan membuat suasana kian khidmat untuk meresapi keagungan dalam kesunyian.

Hari sudah makin siang. Bukan terik mentari yang membakar, tapi pekat kabut yang mulai makin merasuk. Dingiiiiiinnnn ! Karena niat Travelista bukan untuk camping di tempat ini. Maka bergegas Travelista kembali ke pos Ranupani. Ramai pendaki yang hilir mudik ke pos ini, membuat Travelista penasaran ingin tau sampai mana perjalanan mereka bisa Travelista ikuti sebelum mereka mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.

Hingga Travelista terhenti di gerbang menuju puncak Mahameru. SELAMAT DATANG PARA PENDAKI GUNUNG SEMERU. Begitulah tulisan yang ada di gerbang ini. Sebuah mantra yang menyemangati semua Tamu Agung Gunung Semeru yang akan menaklukkan ego untuk mencapai kesejatian diri di tempat bersemayamnya para Dewa. 

Travelista rasa cukup sampai di sini. Tak Mungkin terus menjangkau Ranu Kumbolo apalagi puncak Mahameru. Waktunya pulang untuk mengunjungi spot yang masih bisa dijangkau dalam piknik kali ini.

Melalui rute yang sama dengan rute pergi, melewati pemandangan yang sama. Tapi pekat kabut yang membedakan perjalanan pergi dengan perjalanan pulang. Harus extra hati – hati karena jarak pandang berkurang dan kondisi tubuh tak se fit berangkat tadi.   


Kembali ke artikel sebelumnya : Ikut Open Trip Bromo...

Pekat kabut telah Travelista lewati, sinar mentari telah berhasil menerobos bentang awan yang menutupi. Sejenak pergi dari Semeru sedang mati suri. Semoga kelak, Travelista kembali lagi ke puncak kesejatian diri #Mahameru. Sampai jumpa di piknik selanjutnya.



Pesan moral :
  1. Sampah adalah salah satu masalah yang khas dan menjadi tantangan tersendiri bagi sektor pariwisata. Tak henti - hentinya edukasi, sosialisasi dan pengadaan fasilitas sebagai upaya konvensional untuk menjaga kebersihan. Memang perlu dicari upaya alternatif seperti aturan membawa sampah untuk menebus kartu identitas di pos Ranupani. Namun semua kembali kepada kesadaran dan kerelaan kita semua untuk berpartisipasi menjaga bumi dari sampah.
  2. Selain sampah, issue alih fungsi lahan juga menjadi tantangan dan efek domino pariwisata di suatu daerah. Issue hilangnya beberapa ranu yang ada di kawasan gunung Semeru tidak boleh dianggap sepele. Selain mengganggu ekosistem dan potensi terjadinya tanah longsor, keberadaan ranu mutlak diperlukan sebagai tempat penampungan air dikala musim hujan dan di musim kemarau. Dan itulah benteng pelindung bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan taman nasional Bromo Tengger Semeru.
  3. Ego adalah musuh terhebat dalam hidup kita. Melalui pendakian, kita belajar untuk mengalahkan ego berupa sikap sombong, mengalahkan ego menjadi diri yang individualis, mengalahkan ego menjadi pribadi yang egois, mengalahkan ego untuk tidak membuang sampah sembarangan, mengalahkan ego utuk tidak merusak alam untuk sebuah kesenangan. Pelajaran inilah yang akan membuat kita menjadi PRIBADI YANG BESAR dalam menapaki perjalanan hidup kita. 

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Menemukan Sisa Hegemoni Inggris di Tanah Sumatera

Kunjungan kerja singkat Travelista kali ini adalah ke kota Bengkulu, sebuah cabang paling barat dari perusahaan tempat Travelista bekerja. Seperti biasa urusan pekerjaan adalah nomor satu, nomor dua kuliner, nomor tiga adalah hunting foto di tempat piknik.    Sambil menyelam minum es kelapa muda.  Hehehe… Terdapat versi tentang asal - usul nama Bengkulu dua di antaranya adalah saat terjadinya perang antara kerajaan Serut Bengkulu dengan kerajaan Aceh. Saat raja Serut mengetahui rencana penyerangan kerajaan Aceh, maka raja Serut memerintahkan pasukannya untuk menebangi seluruh pohon dan menghanyutkannya ke sungai untuk menghalangi laju kapal pasukan kerajaan Aceh.  Saat pasukan kerajaan Aceh tiba di sungai untuk menuju kerajaan Serut, mereka terkejut dengan banyaknya batang pohon yang hanyut dari arah hulu sungai. Dengan susah payah pasukan kerajaan Aceh berusaha menghindari kayu - kayu tersebut sehingga beberapa prajurit berteriak, “empang ka hulu!”. Yang artiny...

Puing Keraton Sultan Banten Terakhir

Kali ini Travelista berkunjung ke keraton Kaibon yang merupakan kediaman Ibu dari sultan Syafiuddin yang memerintah sekitar tahun 1809 – 1813. Keraton Kaibon terletak sekitar 950 meter sebelah tenggara keraton Surosowan yang menjadi pusat pemerintahan kesultanan Banten. Menurut sejarah, ratu Asiyah tidak tinggal keraton Surosowan karena suaminya yaitu sultan Muhidin Zainus Solihin wafat saat Syafiuddin masih berusia lima tahun sehingga pemerintahan diwalikan kepadanya. Keraton Kaibon sengaja dibangun untuk ratu Asiyah sebagai penghormatan kepada satu – satunya perempuan yang menjadi wali sultan. Itu sebabnya keraton baru disebut dengan nama Kaibon berasal dari kata ka ibu an yang diartikan sebagai tempat tinggal ibu dari sultan Syafiuddin. Saat mencapai usia dewasa. Pemerintahan kesultanan Banten pun diserahkan kepada sultan Syafiuddin. Dengan jiwa muda, sultan Syafiuddin tidak ingin tunduk kepada hindia belanda. Puncaknya terjadi ketika utusan gubernur jenderal Daendels yang bernama ...

Melihat Etalase Peradaban Kerajaan Kutai

Dari pulau Kumala, perjalanan Travelista teruskan menuju museum Mulawarman yang terletak di jalan Tepian Pandan kota Tenggarong. Saat menyusuri jalan KH Ahmad Muksin, Sobat Piknik dapat singgah di Creative Park Tenggarong yang berada di tepian sungai Mahakam. Taman yang diresmikan pada tanggal 26 desember 2014 oleh Bupati Rita Widyasari ini menonjolkan sisi seni dan kreatifitas yang bisa Sobat Piknik jadikan tempat piknik alternatif saat berkunjung ke Tenggarong. Melintasi jalan Monumen Timur di Travelitsa berhenti sejenak di kedaton baru kesultanan Kutai Kartanegara yang dibangun pertama kali pada tahun 1936 oleh kontraktor Hollandsche Beton Maatschappij Batavia dengan arsiteknya yang bernama Charles Marie Francois Henri Estourgie. Dan direkonstruksi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2002 sebagai upaya untuk melestarikan warisan budaya Kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua di Indonesia agar tak punah ditelan masa. Dan kini bangunan tersebut difungsik...